BALIKPAPAN — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) 2025. Langkah ini dilakukan sebagai upaya menyusun arah kebijakan legislasi tahun depan yang lebih fokus, terarah, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Evaluasi tersebut dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Gedung DPRD Balikpapan, Selasa (11/11/2025). Melalui rapat tersebut, DPRD menegaskan komitmennya untuk memastikan setiap rancangan perda (ranperda) yang diusulkan memiliki urgensi, dasar hukum yang kuat, dan manfaat langsung bagi publik.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Balikpapan, Andi Arif Agung, menegaskan bahwa evaluasi Propemperda ini menjadi langkah penting dalam penyusunan regulasi yang benar-benar berdasarkan kebutuhan daerah, bukan sekadar memenuhi kewajiban administratif.
“Selama ini, kita melihat setiap OPD menganggap usulannya prioritas. Tapi kita perlu persepsi yang sama mengenai apa itu prioritas dan bagaimana cara mengukurnya. Kita ingin tahu betul urgensi setiap usulan sebelum dimasukkan ke dalam Propemperda,” terangnya.
Menurut Andi, salah satu kendala utama yang ditemukan dalam evaluasi adalah ketidaksiapan naskah akademik dari sebagian usulan perda. Padahal, naskah akademik merupakan prasyarat utama agar sebuah ranperda dapat diproses lebih lanjut.
“Sebagian besar usulan sudah memiliki naskah akademik, tapi ada juga yang belum siap. Nah, di situ kita ingin tahu, apakah yang belum siap ini akan tetap kita masukkan, atau menunggu kesiapan dari OPD-nya,” ujarnya.
Ia mencontohkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPDA) sebagai salah satu perda yang bersifat mandatory dan memiliki tenggat waktu tertentu.
“RIPPDA itu masa berlakunya 20 tahun. Kalau sudah habis, maka wajib diperpanjang. Tapi kalau naskah akademiknya belum siap, sementara waktunya mendesak, ini jadi dilema. Mau ditunda salah, mau diproses juga belum siap sepenuhnya,” katanya.
Selain kendala teknis, Andi juga mengungkapkan adanya permasalahan anggaran di beberapa OPD yang berdampak pada lambatnya proses penyusunan perda.
“Ada OPD yang bilang tidak bisa melanjutkan karena anggaran tidak tersedia. Ini sebenarnya memprihatinkan, tapi kita di DPRD mencoba membantu. Kalau memungkinkan, kita bantu melalui anggaran dewan agar prosesnya tetap berjalan,” tuturnya.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara DPRD dan OPD agar seluruh tahapan pembentukan perda dapat berjalan efektif dan tepat waktu. Komunikasi dua arah, menurutnya, harus diperkuat agar setiap usulan perda yang disusun tidak hanya memenuhi ketentuan administratif, tetapi juga relevan dengan kebutuhan masyarakat.
“Kita ingin duduk bersama untuk benar-benar memahami di mana letak urgensinya. Jangan sampai hanya formalitas, tapi tidak menyentuh kebutuhan publik,” tegasnya.
Dalam RDP tersebut, Andi menyebutkan DPRD menargetkan sedikitnya 10 rancangan perda akan masuk ke dalam pembahasan Propemperda 2026. Beberapa di antaranya telah melewati tahap harmonisasi dan fasilitasi, seperti Perda Reklame, Perda P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika), serta perubahan Perda tentang Perusda Manuntung Sukses.
“Empat perda itu kita yakin bisa selesai, karena proses pembahasannya sudah berjalan cukup jauh,” jelasnya.
Namun demikian, DPRD tetap membuka ruang bagi OPD yang ingin mengajukan usulan perda baru, dengan syarat seluruh persyaratan teknis dan administratif telah terpenuhi.
“Kita antisipasi kemungkinan perubahan atau tambahan perda baru, tapi prinsipnya harus siap. Naskah akademik harus ada, urgensinya jelas, dan pembahasannya realistis dengan waktu yang tersedia,” tambahnya.
Menutup pembahasan, Andi menegaskan bahwa DPRD tidak hanya berperan sebagai lembaga yang menilai usulan perda, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan seluruh proses legislasi berlangsung transparan, akuntabel, dan berpihak kepada masyarakat.
“Kita ingin Propemperda 2026 ini benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat Balikpapan. Karena pada akhirnya, perda bukan sekadar produk hukum, tapi alat untuk memperkuat tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik,” pungkasnya. []
Penulis: Desy Alfy Fauzia | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan