DPRD Kaltim Kecam Lambatnya Pembangunan Fender Jembatan Mahakam I Samarinda

SAMARINDA – Proses pemasangan fender (pelindung) pada pilar Jembatan Mahakam I di Samarinda, pasca-tabrakan kapal tongkang pada Februari 2025, hingga kini belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Meskipun rekomendasi untuk pemasangan fender telah disampaikan oleh Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur dan Komisi Keselamatan Jembatan, Terowongan, dan Jalan (KKJTJ) Kementerian PUPR, hal tersebut masih belum direalisasikan. Ketidaktertundasan ini memicu kemarahan DPRD Kalimantan Timur terhadap kinerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) serta PT Pelindo, yang bertanggung jawab atas pengelolaan alur laut di bawah jembatan tersebut.

Meskipun hasil uji ketahanan yang dilakukan BBPJN bersama KKJTJ pada 4 Maret 2025 menyatakan Jembatan Mahakam I masih aman dilintasi kendaraan darat, struktur jembatan dinilai rentan terhadap benturan kapal, terutama karena absennya fender yang belum dipasang.

“Kami bersyukur jembatan masih berfungsi, tetapi ketiadaan fender meningkatkan risiko kerusakan akibat tabrakan tongkang. Pemasangannya harus segera dilakukan,” tegas M. Husni Fahruddin, Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Rabu (12/03/2025).

DPRD Kaltim menilai bahwa KSOP dan Pelindo telah lalai dalam menindaklanjuti rekomendasi hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 3 Maret 2025. Dalam rapat tersebut, seluruh pihak sepakat agar PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra, yang memiliki tongkang penyebab tabrakan, segera merevisi perjanjian ganti rugi dengan melibatkan Biro Hukum Pemprov Kaltim dalam waktu 1×24 jam. Namun, hingga saat ini, dokumen tersebut belum juga diserahkan kepada DPRD.

“Perjanjian yang ada tidak mengikat secara hukum dan cenderung sepihak. Kami meminta surat pernyataan bermaterai yang menjamin tanggung jawab perusahaan,” ujar Ayub, Ketua Fraksi Golkar DPRD Kaltim.

Ayub juga menyoroti 22 insiden tabrakan yang tercatat di Jembatan Mahakam I, yang dianggap lebih sebagai kelalaian sistemik dari otoritas kemaritiman daripada sekadar kecelakaan. “Jika ada dasar hukum yang kuat, perusahaan tidak bisa menghindari kewajibannya untuk mengganti fender. Sayangnya, sampai sekarang belum ada jaminan konkret,” tambah Ayub, yang berencana melaporkan kasus ini ke kepolisian secara pribadi.

Meskipun BBPJN menyatakan bahwa PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra bersedia membiayai pembangunan fender, implementasinya terbentur ketidakjelasan kewenangan. Hendro dari BBPJN Kaltim menjelaskan bahwa pengawasan alur bawah jembatan adalah tanggung jawab KSOP, sedangkan Plt. Kadishub Kaltim, Irhamsyah, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk mengatur lalu lintas sungai. “KSOP kini mengandalkan kapal escort sebagai pengawal tongkang, tetapi ini hanya solusi sementara,” ujarnya, Jumat (07/03/2025).

Jembatan Mahakam I yang sudah berusia 39 tahun telah melalui pengujian dinamis dengan membebankan kendaraan berat di bentang 100 meter dan 60 meter, dan dua profesor dari KKJTJ, Priyo Suprobo dan Hidajat Sugihardjo, memastikan struktur jembatan masih stabil. Namun, ketiadaan fender dan mandeknya proses hukum semakin memperpanjang kecemasan masyarakat.

“Jika terjadi tabrakan lagi, siapa yang bertanggung jawab? Tidak ada yang berani menjamin,” tandas Ayub.

Hingga kini, BBPJN dan Dishub Kaltim terus mengalihkan kewenangan ke KSOP, sementara KSOP belum memberikan klarifikasi resmi. DPRD Kaltim mendesak agar semua pihak segera merealisasikan pemasangan fender dan memperkuat payung hukum untuk mencegah kelalaian serupa di masa depan, demi keselamatan publik. []

Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X