KYIV — Gelombang serangan besar-besaran Rusia kembali mengguncang Ukraina pada Sabtu (08/11/2025), menghantam infrastruktur energi vital dan menewaskan sedikitnya empat orang. Serangan ini juga memicu pemadaman listrik besar di beberapa wilayah, termasuk ibu kota Kyiv dan kota industri Kharkiv.
Dilansir AFP, Moskow dalam beberapa bulan terakhir meningkatkan serangan terhadap fasilitas energi strategis Ukraina, terutama pembangkit listrik dan instalasi gas alam yang menjadi sumber utama pemanas masyarakat menjelang musim dingin.
“Serangan Rusia sekali lagi menyasar kehidupan sehari-hari masyarakat. Serangan tersebut memutus pasokan listrik, air, dan pemanas bagi masyarakat, menghancurkan infrastruktur penting, dan merusak jaringan kereta api,” ujar Menteri Luar Negeri Ukraina, Andriy Sybiga, mengecam keras serangan tersebut.
Data dari Angkatan Udara Ukraina menyebutkan, Rusia meluncurkan 458 pesawat tanpa awak (drone) dan 45 rudal ke berbagai wilayah Ukraina dalam satu malam. Namun, sistem pertahanan udara Ukraina berhasil menembak jatuh 406 drone dan 9 rudal.
Presiden Volodymyr Zelensky menyampaikan, salah satu serangan mematikan terjadi di Dnipro, ketika sebuah drone Rusia menghantam langsung bangunan tempat tinggal. “Hingga saat ini, diketahui tiga orang tewas di kota itu. Sayangnya, ada juga korban jiwa di Kharkiv,” ujar Zelensky dalam pernyataannya.
Akibat gempuran udara tersebut, Kyiv dan Kharkiv mengalami pemadaman listrik dan gangguan pasokan air bersih. Pemerintah setempat juga melaporkan bahwa di Kremenchuk, wilayah Poltava Timur, sebagian besar jaringan listrik dan sistem pemanas warga lumpuh total.
“Tidak ada listrik, air, dan pemanas parsial di Kremenchuk, di wilayah Poltava timur,” tulis otoritas lokal.
Para analis memperingatkan, jika serangan semacam ini terus berlanjut, Ukraina berisiko menghadapi krisis pemanas ekstrem di tengah suhu beku musim dingin yang segera tiba. Warga pun diimbau untuk bersiap menghadapi kemungkinan pemadaman berkepanjangan.
Serangan ke fasilitas energi bukan pertama kali dilakukan Rusia sejak konflik pecah dua tahun lalu, namun gelombang terbaru ini dianggap sebagai eskalasi terbesar sejak awal 2025. Banyak pengamat menilai, serangan ini merupakan strategi Moskow untuk menekan mental warga sipil dan mengacaukan stabilitas domestik Ukraina tanpa harus menguasai wilayah baru.
Situasi ini memicu kecaman internasional, terutama dari negara-negara Eropa yang menilai serangan ke infrastruktur sipil melanggar hukum perang. Namun hingga kini, Moskow belum menanggapi tuduhan tersebut dan tetap mengklaim operasi mereka “menargetkan fasilitas militer dan logistik.” []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan