Dua HP Bongkar Celah Keamanan Lapas Sampit

KOTAWARINGIN TIMUR – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Sampit kembali menggelar razia insidentil demi menjaga keamanan dan ketertiban di dalam tembok yang seharusnya steril dari barang terlarang. Namun, temuan dua unit telepon seluler dan beberapa benda lain justru menegaskan bahwa kebocoran sistem pengawasan di lapas masih jauh dari kata tuntas.

Razia siang hari yang dilakukan Sabtu (11/10/2025) itu melibatkan jajaran petugas Lapas Sampit bersama Sabhara Polres Kotim dan Satuan Brimob Sampit. Mereka menyisir kamar-kamar penghuni dan memusnahkan hasil razia sebelumnya di halaman depan lapas.

Kepala Lapas Kelas IIB Sampit, Muhammad Yani, mengakui bahwa telepon genggam dan narkoba merupakan sumber utama gangguan keamanan di dalam lapas. “HP dan narkoba itu musuh utama kami, karena sering menimbulkan gangguan keamanan di dalam lapas,” tegasnya.

Namun ironinya, meski telah berulang kali dilakukan razia dan pengawasan, barang-barang terlarang tetap bisa masuk. Dalam operasi kali ini, petugas hanya memfokuskan penggeledahan pada 10 kamar dari total 922 penghuni, dengan alasan keterbatasan personel. “Kalau seluruh kamar kami geledah, risikonya terlalu besar,” kata Yani.

Hasilnya memang tidak ditemukan narkoba, tetapi beberapa barang yang dilarang dua unit HP, charger, baterai, kabel, kartu remi, alat cukur, hingga miniatur rumah dari stik es krim masih saja beredar di antara warga binaan. Semua barang itu langsung dimusnahkan. “Kami tidak tebang pilih. Barang apa pun yang dianggap membahayakan atau dilarang akan langsung disita dan dimusnahkan,” ujar Yani lagi.

Pihak lapas berdalih sudah melakukan sosialisasi kepada warga binaan sejak awal tentang hak dan larangan selama masa pidana. Namun, dugaan tetap mengarah pada celah pengawasan dalam proses kunjungan. “Kemungkinan ada yang diselundupkan melalui berbagai modus, bisa lewat makanan, barang titipan, atau bahkan anak kecil,” ungkapnya.

Ironisnya, pengakuan ini justru memperlihatkan lemahnya pengawasan internal. Jika pintu pengawasan masih longgar, maka jargon “Zero Halinar” (Handphone, Pungli, dan Narkoba) hanya akan terdengar seperti slogan kosong.

Razia diklaim dilakukan secara rutin, minimal delapan kali sebulan. Tetapi, jika hasilnya masih menemukan benda-benda terlarang, masyarakat tentu berhak bertanya: seberapa efektif sebenarnya penggeledahan itu? Lapas yang seharusnya menjadi tempat pembinaan justru kerap memperlihatkan wajah pengawasan yang tumpul di dalam, namun garang di luar.

Alih-alih menunjukkan kemajuan, kejadian ini menegaskan bahwa di balik tembok tinggi Lapas Sampit, pengawasan masih rapuh. Tanpa evaluasi menyeluruh, razia hanya akan menjadi tontonan berulang yang menutupi kenyataan: sistem keamanan pemasyarakatan belum benar-benar steril dari pelanggaran. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com