ISLAMABAD – Di balik lembah-lembah nan indah, sungai yang mengalir deras, dan perbukitan bertingkat, Kashmir yang dikelola Pakistan menyimpan luka konflik yang tak kunjung sembuh. Jalan-jalan berliku dipenuhi truk-truk berwarna-warni, sesekali terhalang kambing yang melintas perlahan, menyembunyikan ketegangan yang telah berlangsung puluhan tahun di perbatasan sengketa ini.
Bilal Mosque kini tinggal puing – atapnya terkoyak, kawah besar menghiasi lantai, dan lubang menganga di langit-langit ruang shalat.
Jameel Akhtar memandang jauh ke depan. Ayahnya yang berusia 82 tahun, Muhammad, tewas dalam serangan itu. Namun di antara puing-puing, dia menemukan penghiburan. “Kami Muslim. Ayah saya syahid dalam serangan ini. Itu kehormatan bagi kami. Balas dendam terhadap India adalah tugas angkatan bersenjata dan pemerintah kami, dan kami memiliki keyakinan penuh pada mereka,” ujarnya dengan suara tegas.
Yang mengejutkan adalah kedekatan masjid ini dengan permukiman dan sekolah-sekolah. Di seberang jalan sempit, Nimra Safeer masih trauma. Gadis itu tertimpa pecahan peluru di dada saat sedang tidur dekat masjid. “Anak-anak seperti saya yang diserang, sistem pendidikan kami terganggu,” katanya dengan mata berkaca-kaca. “Saya ingin berkata pada India, apapun masalah kita, kita perlu duduk dan menyelesaikannya. Pakistan menginginkan perdamaian.”
Namun harapan Nimra mungkin harus menunggu lama. Islamabad tampak bersemangat pasca bentrokan terakhir, sementara Perdana Menteri India Narendra Modi tidak menunjukkan tanda-tanda mau berkompromi. Dia menolak mediasi pihak ketiga seperti Amerika Serikat dan tidak berkomitmen untuk dialog formal dengan Pakistan.
Di Muzaffarabad, sebuah sekolah tepat di seberang masjid yang hancur juga mengalami kerusakan. Beruntung anak-anak sedang tidur di rumah saat serangan terjadi. Fatima, salah seorang siswi, matanya menyipit penuh kemarahan. “Sekolah kami hancur. Kami belajar di sini. Kepala sekolah membangun ini untuk kami. Tapi India menghancurkannya.”
Bentrokan terakhir mungkin telah mereda untuk sementara. Namun kebencian baru telah mengkristal di antara pegunungan yang indah ini. India menyatakan respons tegas mereka sebagai “normal baru” terhadap teror. Sementara Pakistan merasa telah meraih kemenangan melawan segala rintangan.
Di tengah kuatnya nasionalisme agama, permainan kekuasaan, dan perang modern, gencatan senjata yang rapuh ini terus diuji. Tekanan dari pihak ketiga seperti Amerika bisa menjadi penentu, namun untuk sekarang, perdamaian di Kashmir masih menjadi mimpi yang jauh.[]
Redaksi11