Efisiensi Anggaran Jangan Hambat Ekonomi, Rakyat Bisa Jadi Korban

JAKARTA – Belanja pemerintah yang tersendat bukan sekadar urusan angka dalam produk domestik bruto (PDB), tetapi menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Hal ini diingatkan oleh ekonom senior sekaligus pendiri CReco Research Institute, Raden Pardede, yang menyoroti lambannya penyerapan anggaran setelah diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah justru mengalami kontraksi sebesar minus 1,38% pada kuartal I-2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Di saat yang sama, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat hanya mencapai 4,89%.

“Jadi ibaratnya kalau uang itu tidak digunakan, dan sempat dia nganggur, ya ekonominya juga nganggur. Sederhana itu. Karena apa? Karena uang itu adalah menjadi penggerak daripada ekonominya,” kata Raden dalam program Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, Kamis (9/7/2025).

Raden mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai merealokasi anggaran hasil efisiensi Inpres 1/2025. Namun, ia mengingatkan agar proses realokasi tersebut tidak dibiarkan berlarut-larut karena berdampak langsung pada aktivitas ekonomi rakyat.

Saat penyampaian Laporan Semester I-2025 (Lapsem) dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian Keuangan menyatakan telah membuka blokir anggaran sebesar Rp134,9 triliun hingga 24 Juni 2025. Anggaran ini dialokasikan kepada 99 kementerian/lembaga, termasuk 23 instansi dalam struktur Kabinet Merah Putih sebesar Rp48,0 triliun dan 76 lembaga lainnya sebesar Rp86,9 triliun.

“Tapi jangan sampai ada uang yang menganggur. Itu yang paling penting sebetulnya. Jadi kalau memang mau dilakukan penghematan di sini, kemudian di tempat lain mau dialokasikan, pastikan pada saat yang sama kita hemat di sini, di sini sudah harus bergerak dengan cepat, sehingga tidak ada bolongnya,” tutur Raden.

Ia menekankan bahwa keterlambatan distribusi anggaran bisa membuat denyut ekonomi melambat, dan pada akhirnya rakyat kecil yang paling merasakan dampaknya.

“Jadi kalau dia uangnya berhenti, ya sudah ekonominya juga berhenti. Itu yang menurut saya yang kita harus perbaiki ke depan. Mudah-mudahan di semester II kita belajar dari situ,” tegasnya.

Dengan masuknya semester II-2025, harapan publik mengarah pada percepatan belanja pemerintah agar mesin ekonomi nasional kembali bergerak, dan manfaatnya bisa dirasakan nyata oleh masyarakat, terutama di sektor riil dan lapisan bawah.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com