Eropa Peringatkan Dampak Global Bendungan China di Dataran Tinggi Tibet

BEIJING – Parlemen Eropa mengangkat kekhawatiran serius mengenai dampak pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air oleh China di Dataran Tinggi Tibet terhadap hak asasi manusia dan lingkungan. Isu ini dibahas dalam konferensi yang berlangsung pada 14 Mei lalu, bekerja sama dengan Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH) serta organisasi anggotanya, Kampanye Internasional untuk Tibet (ICT).

Hadir dalam konferensi tersebut sejumlah tokoh penting, termasuk Anggota Parlemen Eropa Dainius Žalimas dan Hannes Heide, bersama Ketua dan Wakil Ketua kelompok Sahabat Tibet Parlemen Eropa. Mereka menekankan perlunya perhatian lebih dari Uni Eropa atas dampak negatif pembangunan bendungan terhadap masyarakat Tibet dan kawasan Asia yang lebih luas.

“Apa yang terjadi di atap dunia berdampak pada kita semua secara global, dan Uni Eropa tidak dapat tinggal diam tentang bendungan China di Tibet,” ujar Heide, seperti dikutip dari laman resmi FIDH, Selasa (20/5).

Menurut Heide, pengambilan sumber daya di wilayah pendudukan yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia merupakan praktik yang tidak dapat dibenarkan. Ia menegaskan bahwa proyek pembangunan seharusnya memperhatikan keberlanjutan yang menghormati hak manusia dan lingkungan.

Konferensi tersebut turut menghadirkan Palmo Tenzin, Peneliti Senior dari ICT, yang membuka diskusi dengan memaparkan laporan terbaru mengenai proyek bendungan di Tibet. Ia menguraikan alasan mengapa proyek tersebut dinilai tidak berkelanjutan seperti yang diklaim pemerintah China. Ia juga menyampaikan serangkaian rekomendasi kepada lembaga internasional dan pemerintah asing, termasuk dorongan kepada Uni Eropa agar tidak terlibat dalam rantai pasok industri konstruksi pembangkit listrik tenaga air di Tibet.

Tenzin Choekyi, Peneliti Senior dari Tibet Watch, menambahkan informasi terkait dampak sosial dan budaya dari proyek-proyek tersebut. Ia menayangkan rekaman video protes terhadap pembangunan Bendungan Kamtok (Gangtuo) pada Februari 2024, yang dibalas dengan tindakan represif oleh otoritas China.

Presentasi terakhir disampaikan oleh Wolfgang Schwanghart, seorang ahli geomorfologi dari Universitas Potsdam. Ia menjelaskan risiko lingkungan besar akibat pembangunan bendungan di kawasan rawan gempa seperti Tibet. Schwanghart menyoroti bahaya proyek pembangkit listrik tenaga air Medog (Motuo), yang dijuluki sebagai “proyek paling berisiko di dunia” karena berada di lokasi terpencil, rawan longsor dan gempa, dengan infrastruktur terbatas serta ketegangan geopolitik tinggi antara China dan India.

Perwakilan Dalai Lama di Brussels, Rigzin Genkhang, menyampaikan bahwa Dataran Tinggi Tibet memiliki peran strategis dalam keseimbangan iklim global. Ia mendesak agar lembaga lingkungan internasional mengakui pentingnya wilayah tersebut dalam upaya perlindungan lingkungan global.

“Sudah jelas bahwa dengan dalih memerangi perubahan iklim, kita mengabadikan kesalahan masa lalu,” kata Wakil Direktur FIDH Bidang Bisnis, HAM, dan Lingkungan, Gaëlle Dusepulchre. Ia mengingatkan bahwa tanpa jaminan atas ruang sipil, transparansi, akses terhadap informasi, partisipasi publik, serta kebebasan berekspresi dan menentukan nasib sendiri, pembangunan justru memperparah ekstraktivisme, degradasi lingkungan, dan pelanggaran HAM yang serius. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X