JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah berlangsung selama sepekan. Tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia.
Namun, meskipun memiliki tujuan mulia, pelaksanaannya pada periode pertama menunjukkan beberapa tantangan yang perlu diperbaiki, khususnya dalam hal penerimaan dan pengelolaan di berbagai daerah.
Berikut adalah beberapa temuan dan evaluasi yang mengemuka terkait program makan bergizi gratis yang mulai dilaksanakan pada Senin (06/01/2025) di hampir seluruh wilayah Indonesia:
1. Masalah Sisa Makanan
Di Makassar, salah satu tantangan yang dihadapi adalah banyaknya sisa makanan yang tidak habis disantap oleh siswa. Tim Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Panakkukang 1 pun mengambil langkah kreatif dengan memberikan hadiah kecil kepada siswa yang dapat menghabiskan makanannya.
Geralz Geerhan, anggota SPPG, mengatakan bahwa mereka mengajak siswa untuk makan dengan gembira dan memberikan motivasi berupa hadiah sebagai dorongan agar mereka tidak menyisakan makanan. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi pemborosan makanan yang terjadi di sekolah-sekolah.
2. Ekspansi Program di Jakarta dan Penundaan di DIY
Di Jakarta, program ini baru dijalankan dengan melibatkan empat SPPG yang menyuplai makanan ke 41 sekolah. Pj Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, menargetkan akan ada tambahan 13 SPPG pada Januari 2025, sehingga jumlahnya menjadi 17. Rencana jangka panjangnya adalah mendirikan 153 SPPG di seluruh Jakarta pada tahun-tahun mendatang.
Namun, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pelaksanaan program terpaksa tertunda hingga 13 Januari 2025. Penundaan ini menunjukkan pentingnya kesiapan logistik, tim dapur, serta distribusi makanan yang matang untuk memastikan kelancaran program di setiap wilayah.
3. Keluhan Rasa dan Harapan Menu yang Lebih Bervariasi
Beberapa siswa menyampaikan keluhan terkait rasa makanan yang disediakan, terutama mengenai sayuran yang dianggap hambar. Di SDN Slipi 15, banyak makanan sayur yang tersisa, sementara di SMP 1 Barunawati Jakarta, sebagian siswa menginginkan variasi menu yang lebih menarik, seperti ayam goreng.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa meskipun variasi menu perlu dipertimbangkan, fokus utama dari program ini adalah pemenuhan kebutuhan gizi yang baik bagi anak-anak.
4. Sistem Reimburse dan Tantangan Biaya
Pengelolaan anggaran menjadi salah satu tantangan dalam program ini. Penyedia makanan yang bermitra dengan pemerintah harus menggunakan dana pribadi terlebih dahulu sebelum biaya tersebut diganti melalui sistem reimburse oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Kepala Chef SPPG Halim, Jonie Kusuma Hadi, mengungkapkan bahwa biaya bahan makanan untuk setiap porsi hanya sekitar Rp10.000. Oleh karena itu, dibutuhkan pengelolaan yang kreatif agar makanan yang disediakan memenuhi kebutuhan gizi dan tetap menarik bagi anak-anak.
5. Perlunya Perbaikan Berkelanjutan
Meskipun program Makan Bergizi Gratis ini memiliki niat yang baik untuk mengatasi masalah gizi pada anak-anak, tantangan yang dihadapi selama sepekan pertama menunjukkan perlunya evaluasi berkelanjutan. Hal ini mencakup perbaikan dalam aspek rasa dan variasi menu, serta perbaikan pada infrastruktur dan pengelolaan distribusi makanan yang mendukung kelancaran program.
Dengan perbaikan yang tepat, diharapkan program ini dapat memberikan dampak nyata dalam meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia ke depannya.
Program MBG masih terus berlanjut, dan diharapkan evaluasi serta perbaikan yang dilakukan dapat menjadikan program ini lebih efektif dalam mencapai tujuan utamanya. []
Redaksi03