PONTIANAK – Tingkat ketergantungan fiskal pemerintah kabupaten dan kota di Kalimantan Barat pada tahun 2025 tercatat masih cukup tinggi, yakni mencapai 76,36 persen. Sebagian besar belanja daerah di Kalbar masih bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat, meski kajian fiskal regional 2024 menyebut konsolidasi fiskal di tingkat provinsi dan kabupaten/kota masuk kategori optimal.
Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, menyampaikan apresiasi terhadap upaya pemerintah daerah dalam mengelola anggaran. Namun ia mengakui masih ada daerah yang belum bisa mandiri dalam fiskal. “Sekali lagi saya berikan apresiasi kepada pemerintah kabupaten/kota yang telah menjalankan tugas dengan baik, meskipun masih ada daerah yang sangat bergantung pada transfer pusat,” ujarnya usai menghadiri rapat bersama Komisi II DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri secara virtual di Ruang Data Analytic Room (DAR), Senin (25/08/2025).
Dalam forum tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menekankan pentingnya kemandirian fiskal sebagai fondasi utama otonomi daerah. Ia menyoroti bahwa ketergantungan fiskal masih menjadi masalah utama di hampir seluruh daerah. “Kemandirian fiskal semestinya menjadi tulang punggung daerah dalam membiayai pembangunan. Namun kenyataannya, sebagian besar APBD di daerah masih sangat bergantung pada dana transfer dari pusat,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, dari 548 daerah otonom di Indonesia, hanya sekitar 4,76 persen yang memiliki kapasitas fiskal kuat. Sebanyak 27 daerah berada di kategori sedang, sedangkan mayoritas, yaitu 439 daerah, masih tergolong lemah. Menurutnya, situasi ini membatasi ruang gerak pembangunan dan pelayanan publik. “Jika PAD tidak mampu mencukupi belanja daerah, maka pembangunan dan pelayanan publik akan sangat terbatas,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, juga menguraikan data lebih rinci. Dari 38 provinsi, hanya 11 yang memiliki kapasitas fiskal kuat. Untuk tingkat kabupaten, hanya 4 dari 415 yang dinilai kuat, sisanya 407 masih lemah. Sedangkan di tingkat kota, 11 masuk kategori kuat, 12 sedang, dan mayoritas lainnya juga tergolong lemah.
Bima Arya menilai kondisi ini menjadi tantangan besar untuk mewujudkan otonomi daerah yang sesungguhnya. Ia mendorong kepala daerah agar berinovasi dalam menggali potensi ekonomi lokal, serta menyusun strategi fiskal yang lebih efektif demi mengurangi ketergantungan pada pusat.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan