BERAU – Aktivitas pertambangan yang berlokasi di sekitar aliran Sungai Kelay, Kabupaten Berau, kembali memantik kegelisahan publik. Sorotan menguat setelah dokumentasi visual lokasi tambang tersebut ramai beredar di media sosial. Dalam rekaman yang tersebar, area galian terlihat berada pada kontur yang lebih tinggi dibandingkan badan sungai, memunculkan kekhawatiran serius terkait potensi kerusakan lingkungan dan ancaman bencana ekologis di kawasan hilir.
Sungai Kelay selama ini dikenal sebagai salah satu urat nadi kehidupan masyarakat Berau, baik sebagai sumber air maupun jalur aktivitas warga. Kedekatan lokasi tambang dengan aliran sungai dinilai berisiko memperparah sedimentasi, pencemaran air, hingga longsor, terlebih saat intensitas hujan meningkat.
Menanggapi polemik tersebut, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur, Bambang Erwanto, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan berpangku tangan, meskipun perizinan usaha pertambangan berada di bawah kewenangan pemerintah pusat.
Menurut Bambang, keberadaan tambang di wilayah Kalimantan Timur tetap menjadi tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, koordinasi dengan Inspektur Pertambangan sebagai perpanjangan tangan Kementerian ESDM akan segera dilakukan.
“Wilayahnya berada di Kaltim. Tidak etis jika pemerintah daerah bersikap seolah tidak tahu-menahu. Kami akan memastikan pengawasan berjalan,” kata Bambang saat dikonfirmasi, Selasa (30/12/2025).
Selain koordinasi lintas instansi, Dinas ESDM Kaltim juga berencana memanggil perusahaan yang diduga melakukan aktivitas pertambangan tersebut. Pemanggilan ini bertujuan untuk meminta klarifikasi terkait legalitas izin, metode penambangan, hingga langkah mitigasi lingkungan yang diterapkan di lapangan.
Bambang menekankan, aspek yang paling menjadi perhatian adalah jarak galian tambang dengan alur Sungai Kelay. Ia menilai, jika jarak tersebut terlalu dekat, maka perlu dipastikan apakah hal itu sesuai dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan bagaimana skema pengamanan geoteknik yang disiapkan perusahaan.
“Pengawasan tidak hanya soal izin di atas kertas. Kami ingin memastikan pelaksanaannya di lapangan benar-benar sesuai dengan dokumen lingkungan yang disetujui,” ujarnya.
Penanganan persoalan ini, lanjut Bambang, akan dilakukan secara hati-hati dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, tanpa melampaui batas kewenangan masing-masing institusi.
Berdasarkan informasi yang beredar, aktivitas pertambangan batu bara tersebut diduga dikelola oleh PT Supra Bara Energi (SBE), pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) dengan luas konsesi mencapai 2.543 hektare. Wilayah konsesi perusahaan itu diketahui bersinggungan langsung dengan Desa Sambaliyung dan Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau.
Publik kini menanti langkah tegas pemerintah agar eksploitasi sumber daya alam tidak mengorbankan kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat sekitar. []
Admin04
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan