Gen Z Nepal Pimpin Protes hingga Jatuhkan Perdana Menteri

KATHMANDU – Gelombang protes yang dipimpin generasi muda di Nepal berubah menjadi kerusuhan paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir, menurut laporan CNN pada (11/09/2025). Aksi yang awalnya berupa kampanye media sosial melawan gaya hidup mewah anak pejabat dikenal sebagai “Nepo Kids” akhirnya menjatuhkan Perdana Menteri KP Sharma Oli dan mengguncang stabilitas negara di kaki Himalaya itu.

Pada Rabu pagi, asap hitam mengepul di atas jalan-jalan Kathmandu yang dijaga tentara setelah diberlakukan jam malam. Isu berkembang tentang kemungkinan pertemuan antara pemimpin gerakan Gen Z, pihak militer, dan Presiden Ramchandra Paudel, sehari setelah dua malam kerusuhan yang melibatkan puluhan ribu orang. Massa membakar gedung parlemen dan Mahkamah Agung dua simbol utama negara dan bentrok dengan aparat keamanan. Kementerian Kesehatan Nepal mencatat 30 orang tewas dan lebih dari 1.000 luka-luka sejak awal kekacauan.

Akar kemarahan bermula pada awal September ketika sekelompok anak muda menentang pameran tas desainer dan liburan mahal anak politisi, sementara sebagian besar warga berjuang memenuhi kebutuhan. Krisis pengangguran pemuda dan ketimpangan ekonomi yang kian melebar membuat sentimen itu mudah meluas. Larangan pemerintah terhadap lebih dari dua puluh platform media sosial, termasuk Instagram, Facebook, dan WhatsApp, pekan lalu memperburuk keadaan. “Larangan itu adalah ‘batas terakhir’ yang memicu ledakan frustrasi,” ujar Sareesha Shrestha, salah satu peserta aksi.

Data Bank Dunia menunjukkan tingkat pengangguran pemuda (15–24 tahun) di Nepal mencapai 20,8 persen pada 2024, mendorong banyak orang mencari pekerjaan di luar negeri. Remitansi kini menyumbang lebih dari sepertiga Produk Domestik Bruto Nepal. “Media sosial adalah satu-satunya ruang bagi kami untuk berbagi dan mengikuti berita dunia,” kata Pramin, seorang pembuat film yang ikut berdemo.

Senin pagi, ribuan pemuda, banyak di antaranya mengenakan seragam sekolah, berkumpul di Maitighar Mandala, dekat gedung parlemen. Namun suasana damai berubah menjadi bentrokan saat sebagian massa merangsek ke gerbang parlemen. Polisi menanggapi dengan peluru tajam, meriam air, dan gas air mata, menurut Reuters. Hampir 19 orang tewas pada hari itu.

Kekerasan memicu pengunduran diri beberapa menteri, termasuk Menteri Dalam Negeri. Pada Selasa, protes meluas dengan berbagai kelompok usia menentang penumpasan yang dinilai brutal. “(Gen Z) menuntut akuntabilitas dan penyelidikan adil terhadap korupsi dan gaya hidup mewah anak politisi,” kata Shree Gurung. “Sayangnya, yang kami lihat adalah pemerintah menggunakan kekuatan berlebihan dan membunuh anak-anak muda ini.”

Kerusuhan kian membesar. Gedung pemerintahan, termasuk kompleks Singha Durbar dan Mahkamah Agung, dilalap api, sementara bandara internasional sempat ditutup selama 24 jam. Video yang dirilis Reuters memperlihatkan massa menerobos rumah pribadi Oli dan membakarnya. Beberapa aktivis Gen Z berupaya menjaga jarak dari vandalisme yang dilakukan penyusup. “Mereka menghancurkan segalanya,” sesal Sahadev Khatry. Shrestha menambahkan, “Bangunan-bangunan itu menyimpan sejarah dan warisan kita.”

Oli mundur pada Selasa lewat surat yang menyebut “situasi luar biasa” di Nepal. Tak lama setelah itu, tentara mengimbau semua pihak menahan diri demi mencegah korban jiwa tambahan. Meski sebagian pengunjuk rasa merayakan tumbangnya simbol masalah lama, kesedihan atas nyawa muda yang hilang masih terasa.

Menjelang Rabu sore, jalan-jalan Kathmandu yang dipenuhi puing hangus mulai lengang, meski beberapa bangunan masih berasap. Presiden Paudel menyerukan demonstran “berpartisipasi dalam penyelesaian damai” dan mengajak mereka berdialog. Nama mantan ketua Mahkamah Agung, Sushila Karki, mencuat sebagai calon pimpinan pemerintahan sementara, meskipun ada hambatan hukum, kata Sekretaris Asosiasi Pengacara Mahkamah Agung Nepal, Raman Kumar Karna.

Sejumlah pengunjuk rasa menyatakan keinginan melihat kepemimpinan baru dengan keterlibatan lebih besar dari generasi muda. “Nepal siap menyambut wajah-wajah muda bersama tokoh berpengalaman,” ujar Khatry. Namun, ada juga yang khawatir akan balasan dari elit politik yang terguncang. “Situasinya kacau. Grup WhatsApp penuh dengan diskusi dan ketakutan,” kata seorang mahasiswa hukum 24 tahun di Kathmandu. “Kami takut mahasiswa yang berdemo damai juga akan menjadi sasaran.”[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com