MADRID — Gereja Katolik di Spanyol kembali menghadapi sorotan setelah merilis laporan terbaru mengenai penanganan dugaan kekerasan seksual. Melalui mekanisme kompensasi yang mulai diterapkan pada awal 2024, lembaga tersebut mengaku telah menerima 101 laporan sepanjang tahun ini. Langkah ini muncul sebagai respons atas desakan publik yang selama bertahun-tahun mengecam tertutupnya institusi Gereja dalam merespons kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur.
Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Spanyol, Francisco Garcia Magan, menyampaikan bahwa dari seluruh laporan tersebut, 58 kasus telah “diselesaikan”, sedangkan 11 lainnya hampir mencapai penyelesaian. Adapun sisa laporan masih dalam tahap evaluasi. Namun, ia menolak memberikan rincian terkait kompensasi yang diduga telah diberikan kepada para korban, dengan alasan independensi komisi yang menangani proses tersebut.
Menurut AFP, Gereja Spanyol saat ini tengah membuka pembicaraan dengan pemerintah mengenai kemungkinan berpartisipasi dalam dana negara guna memberikan kompensasi bagi penyintas pelecehan. Pembahasan juga mencakup opsi agar pelaporan dapat dilakukan melalui lembaga ombudsman negara, sehingga korban tidak harus berhadapan langsung dengan institusi Gereja ketika mengajukan laporan.
Dalam beberapa bulan terakhir, isu pelecehan kembali mengemuka. Sejumlah tuduhan baru muncul, termasuk laporan yang menyebut Uskup Cádiz diduga melakukan pelecehan terhadap seorang anak di Getafe pada 1990-an. Selain itu, seorang pastor di wilayah yang sama diberhentikan pada musim panas tahun ini setelah diduga terlibat dalam kasus serupa.
Ketegangan publik semakin meningkat setelah sebuah laporan independen yang dirilis pada 2023 memperkirakan lebih dari 200 ribu anak di bawah umur telah mengalami pelecehan oleh klerus Katolik di Spanyol sejak 1940. Angka itu jauh melampaui catatan internal Gereja yang hanya menampilkan 1.057 “kasus terdaftar”. Perbedaan mencolok tersebut memunculkan pertanyaan mengenai skala sebenarnya dari kasus yang selama ini tidak pernah tersentuh pemeriksaan menyeluruh.
Di negara yang secara historis sangat Katolik namun kini semakin sekuler ini, pembahasan tentang kekerasan seksual oleh klerus baru mendapatkan perhatian luas belakangan ini. Para penyintas menilai Gereja terlalu lama menutup diri dan tidak menunjukkan transparansi yang dibutuhkan untuk memulihkan kepercayaan publik. []
Admin04
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan