BANJARMASIN – Kunjungan Wakapolda Kalimantan Selatan Brigjen Pol Golkar Pangarso Rahardjo Winarsadi ke RSUD Ratu Zaleha Martapura, Jumat (10/10/2025), menjadi sorotan publik di tengah masih kaburnya penyebab ratusan siswa keracunan setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Banyak pihak menilai perhatian aparat terfokus pada proses penyelidikan, sementara kejelasan soal tanggung jawab penyelenggara program MBG belum terdengar jelas.
Dalam kunjungannya, Pangarso tampak mendatangi satu per satu pasien kecil yang masih terbaring. “Perutnya masih sakit? Rasanya waktu makan gimana?” tanyanya lembut kepada seorang siswa. Anak itu hanya mengangguk pelan, menjawab lirih gambaran nyata kepedihan di balik program gizi yang justru berujung penyakit.
Namun di tengah keprihatinan itu, pernyataan Wakapolda justru menyisakan pertanyaan publik. Ia menegaskan, kepolisian belum bisa memastikan apakah makanan MBG menjadi sumber keracunan massal. “Saat ini semuanya masih dalam tahap penyelidikan. Kita tunggu hasil laboratorium, nanti akan kami sampaikan secara terbuka,” katanya.
Keterangan tersebut seolah menggantung, mengingat ratusan siswa dari berbagai sekolah di Martapura sudah menjadi korban. Tim Satgas Pangan memang disebut telah mengambil sampel dan mengirimnya ke Laboratorium Forensik (Labfor) Surabaya. Tetapi publik menilai lambannya hasil investigasi dapat membuka celah hilangnya jejak bukti, terlebih program MBG merupakan kebijakan pemerintah pusat yang seharusnya diawasi secara ketat.
Pangarso menyebut penanganan korban menjadi prioritas utama. “Dari data yang kami terima, total korban mencapai sekitar 130 orang. Namun yang masih dirawat di RSUD Ratu Zaleha tinggal 10 orang. Sisanya sudah pulang karena kondisinya membaik,” ujarnya.
Meski begitu, di balik klaim pemulihan, beberapa orang tua siswa masih terlihat khawatir di ruang perawatan. Mereka berharap bukan hanya sembuh, tetapi juga kejelasan: siapa yang bertanggung jawab? Mengapa makanan untuk anak-anak justru mengandung risiko?
Kasus ini menjadi alarm keras bagi penyelenggara MBG, baik di tingkat daerah maupun pusat. Program yang sejatinya menyehatkan justru menimbulkan duka. Apakah pengawasan distribusi makanan selama ini hanya formalitas tanpa uji kualitas yang ketat? Ataukah ada pihak yang lalai dalam rantai penyediaan bahan pangan?
Publik kini menunggu hasil laboratorium bukan sekadar sebagai data teknis, tetapi sebagai ujian transparansi. Jika pemerintah dan aparat ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat, maka kejujuran dalam mengungkap fakta harus diutamakan bukan sekadar menenangkan situasi. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan