Greta Pulang ke Swedia Usai Deportasi Israel

STOCKHOLM – Aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, kembali ke negaranya pada Selasa (10/06/2025) malam waktu setempat, setelah dideportasi oleh otoritas Israel karena keterlibatannya dalam misi kemanusiaan ke Jalur Gaza. Ia menjadi salah satu relawan yang berlayar dengan Kapal Madleen, kapal bantuan yang membawa logistik penting untuk warga Palestina.

Setibanya di Bandara Arlanda, Stockholm, Greta disambut hangat oleh para pendukungnya. Ia mengenakan jaket biru, celana kargo krem, dan tas selempang hitam. Seorang perempuan memeluknya erat begitu Greta muncul di area kedatangan, disambut tepuk tangan dan seruan dukungan untuk Palestina yang menggema di bandara.

Kepada awak media, Greta menyampaikan pandangannya mengenai insiden penahanan oleh pasukan Israel. “Yang saya takutkan adalah orang-orang terdiam selama genosida yang sedang berlangsung,” ujar Greta seperti dikutip AFP.

Dalam pernyataannya, Greta menegaskan kritik keras terhadap tindakan Israel di Gaza, yang menurutnya telah melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dan hukum internasional. “Israel melakukan genosida sistematis dan kelaparan sistematis terhadap lebih dari dua juta orang di Gaza,” ucapnya. Greta pun menyerukan aksi nyata dari komunitas internasional untuk menghentikan kekerasan terhadap warga sipil di Jalur Gaza.

Sebelum tiba di Swedia, Greta sempat transit di Paris setelah dideportasi Israel. Di Bandara Charles de Gaulle, ia memberikan keterangan kepada media mengenai kejadian yang dialaminya saat ikut serta dalam pelayaran menuju Gaza.

“Saya sangat jelas dalam kesaksian saya bahwa kami diculik di perairan internasional dan dibawa ke Israel tanpa keinginan kami sendiri,” kata Greta, dikutip Reuters. “Kami tidak melanggar hukum. Kami tidak melakukan kesalahan apa pun.”

Greta dan 11 relawan lainnya berada di atas Madleen, kapal yang dikabarkan membawa bantuan penting seperti makanan dan obat-obatan menuju wilayah Gaza. Misi ini menjadi bagian dari respons atas krisis kemanusiaan yang memburuk sejak blokade yang diberlakukan Israel pasca-agresi militer pada Oktober 2023. Pelayaran tersebut bukan hanya aksi solidaritas, melainkan bentuk protes damai terhadap pembatasan bantuan kemanusiaan yang telah memperparah penderitaan jutaan warga Palestina di Gaza. [] Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X