Hamas Tunggu Proposal Resmi, Warga Gaza Tolak Rencana Trump

WASHINGTON — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru saja mengumumkan 20 poin rencana untuk menghentikan perang di Gaza. Usulan itu segera memicu respons beragam dari Hamas, warga Palestina, hingga sejumlah negara Arab dan Muslim.

Dalam pengumuman di Gedung Putih bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump merinci rencananya yang mencakup gencatan senjata, pembebasan sandera dalam waktu 72 jam, pelucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza. Sebagai bagian dari usulan, wilayah Gaza nantinya akan berada di bawah otoritas transisi pascaperang yang diklaim akan dipimpin langsung oleh Trump.

Seorang pejabat senior Hamas mengatakan pihaknya belum bisa memberi sikap resmi. “Kami akan merespons setelah kami menerimanya,” ujar pejabat senior Hamas tersebut, seperti dilaporkan Selasa (30/09/2025). Proposal Trump sendiri diteruskan ke Hamas melalui mediator Mesir dan Qatar.

Namun, isi proposal menimbulkan keraguan di pihak Hamas. Salah satu poin menuntut agar Hamas sepenuhnya melucuti senjata dan tidak lagi berperan dalam pemerintahan Gaza setelah perang. Meski demikian, bagi anggota Hamas yang bersedia “hidup berdampingan secara damai”, dijanjikan akan mendapat amnesti.

Sikap berbeda muncul dari masyarakat Gaza yang telah menanggung penderitaan akibat konflik. Banyak warga menganggap rencana Trump tidak menyentuh akar persoalan dan hanya menguntungkan Israel. “Kami sebagai rakyat tidak akan menerima lelucon ini,” kata Abu Mazen Nassa (52), salah seorang pengungsi yang kehilangan tempat tinggalnya, mewakili suara jutaan warga Gaza yang kini hidup dalam pengungsian.

Sementara itu, otoritas Palestina yang bermarkas di Tepi Barat justru menyambut baik inisiatif Trump. Mereka menilai langkah tersebut sebagai “upaya tulus dan penuh tekad” dalam menghentikan pertumpahan darah di Gaza.

Dukungan terhadap langkah Trump juga datang dari delapan negara Arab dan Muslim. Mesir, Yordania, Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Turki, Indonesia, dan Pakistan telah melakukan pertemuan dengan Trump pekan lalu untuk membahas proposal tersebut. Mereka memuji usaha Washington dalam mencoba menengahi konflik yang tak kunjung reda.

Netanyahu sendiri memberikan dukungan penuh terhadap proposal itu. Dalam konferensi pers bersama Trump, ia mengatakan rencana tersebut sejalan dengan tujuan Israel. “Saya mendukung rencana Anda untuk mengakhiri perang di Gaza yang mencapai tujuan perang kami,” ujar Netanyahu.

Meski begitu, Netanyahu tetap memberikan peringatan keras kepada Hamas. Ia menegaskan Israel siap bertindak secara sepihak jika kelompok itu menolak. “Jika Hamas menolak rencana Anda, Tuan Presiden, atau jika mereka konon menerimanya dan kemudian melakukan segalanya untuk melawannya, maka Israel akan menyelesaikan tugasnya sendiri,” tegasnya.

Situasi ini menimbulkan ketidakpastian terkait masa depan rencana 20 poin Trump. Di satu sisi, dukungan dari Israel, otoritas Palestina, dan sejumlah negara Arab-Muslim menjadi modal politik yang cukup besar. Namun, di sisi lain, sikap skeptis warga Gaza dan penolakan Hamas memperlihatkan tantangan besar dalam implementasi usulan tersebut.

Sejak awal konflik, perang di Gaza telah menyebabkan lebih dari 1,9 juta warga kehilangan tempat tinggal dan hidup dalam kondisi serba terbatas, dengan akses minim terhadap makanan, air bersih, dan layanan kesehatan. Kehancuran infrastruktur membuat situasi kemanusiaan semakin genting.

Trump sendiri menggambarkan usulannya sebagai “sesuatu yang istimewa di Timur Tengah”. Akan tetapi, banyak pihak meragukan apakah rencana itu mampu menghentikan siklus kekerasan yang telah berlangsung puluhan tahun. Bagi sebagian pihak, rencana tersebut dianggap lebih sebagai kepentingan politik ketimbang solusi nyata.

Ke depan, keputusan Hamas untuk menerima atau menolak rencana Trump akan menjadi penentu utama. Jika ditolak, ancaman Israel untuk bergerak sendiri bisa memperpanjang konflik. Namun jika diterima, proses transisi yang dipimpin langsung oleh Trump juga menimbulkan tanda tanya besar mengenai netralitas dan masa depan Palestina.

Dengan demikian, meski mendapat apresiasi dari sebagian pihak, proposal 20 poin Trump tetap berada di persimpangan jalan: harapan akan perdamaian atau justru awal babak baru ketegangan di Gaza. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com