Heboh Pulau Hanaut, Kades Nikahi Staf

KOTAWARINGIN TIMUR – Isu terkait kepala desa di Kecamatan Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), yang disebut-sebut menikahi stafnya setelah perempuan tersebut dikabarkan hamil, menjadi sorotan serius publik. Masyarakat pun tengah dihebohkan dengan kabar ini, yang beredar luas dan menjadi bahan pembicaraan hangat.

“Memang ramai dibicarakan orang di sini, tapi kami tidak tahu pasti kebenarannya. Yang jelas, isu itu memang ada,” kata seorang warga berinisial S, Selasa (14/10/2025).

Dari informasi yang beredar, pernikahan tersebut dilakukan setelah kabar kehamilan sang staf mencuat. Namun, hingga kini belum ada penjelasan resmi dari pemerintah desa maupun instansi terkait. “Katanya setelah hamil baru dinikahi oleh kepala desanya,” ujar warga lainnya singkat.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai etika, batas profesionalisme, dan integritas aparatur desa. Tindakan seorang kepala desa yang menikahi stafnya, terutama setelah isu kehamilan, berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap aparatur yang seharusnya menjadi teladan.

Camat Pulau Hanaut, Dedi Purwanto, membenarkan bahwa dirinya juga mendengar kabar tersebut, namun menegaskan belum menerima laporan resmi. “Isunya memang ada, tapi secara formal kami belum menerima laporan. Jadi belum bisa mengambil langkah lebih jauh,” jelas Dedi.

Ia menambahkan, pihak kecamatan berencana melakukan pembinaan kepada seluruh kepala desa di wilayah Pulau Hanaut sebagai langkah pengawasan dan pencegahan.

“Dalam waktu dekat kami akan kumpulkan seluruh kades untuk memperkuat koordinasi dan pembinaan agar hal seperti ini tidak menimbulkan polemik,” ujarnya.

Dedi juga mengingatkan masyarakat agar tetap tenang dan tidak mudah percaya pada kabar yang belum jelas sumbernya. “Kami imbau warga menunggu klarifikasi resmi. Jangan sampai informasi yang belum pasti malah menimbulkan kesalahpahaman,” tutupnya.

Meski pihak kecamatan mengupayakan pembinaan, kontroversi ini menunjukkan lemahnya mekanisme pengawasan internal di pemerintahan desa. Kejadian semacam ini seharusnya tidak hanya menjadi isu sensasional, tetapi menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk menegaskan kode etik dan standar perilaku bagi aparatur desa. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana aparatur yang dipilihnya memegang tanggung jawab profesional dan menjaga integritas jabatan.

Kasus di Pulau Hanaut menekankan perlunya tindakan nyata, bukan sekadar himbauan, agar polemik serupa tidak terulang di masa mendatang. Keadilan, etika, dan transparansi dalam pemerintahan desa harus menjadi prioritas agar kepercayaan publik tetap terjaga. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com