SINGKAWANG – Hujan yang mengguyur Kota Singkawang pada Selasa pagi, 21 Oktober 2025, membawa kesedihan mendalam bagi seorang ibu. Di balik derasnya air yang jatuh di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Singkawang Tengah, seorang pelajar Madrasah Aliyah Ushuluddin meregang nyawa dalam perjalanan menuju sekolah.
Abdira Hekal Pramana bin Herman Kelana (15), siswa berprestasi penerima beasiswa penuh, menjadi korban kecelakaan tragis yang mengguncang warga setempat.
Ibunya, Urai Ernawati, masih sulit menerima kenyataan pahit itu. Dengan suara bergetar, ia menceritakan detik-detik terakhir saat mengetahui anak sulungnya telah terbujur kaku di jalanan yang basah.
“Saya awalnya nggak tahu itu anak saya. Waktu itu hujan, saya sama adiknya juga di jalan. Saya sempat berhenti dua kali karena hujan,” tuturnya lirih.
“Pas saya lihat dari jauh, ada anak kayak nunduk-nunduk di jalan. Saya sudah perasaan, kayaknya itu anak saya,” lanjutnya.
Kemacetan di depan membuatnya curiga. Ketika mencoba melewati sisi jalan, ia menemukan helm dan bercak darah di aspal. Hatinya runtuh saat memastikan kebenaran yang paling ditakutkannya.
“Pas saya lihat depan, ternyata benar, itu anak saya. Orang-orang sudah coba nolong. Polisi pun langsung datang,” kenangnya sambil menahan tangis.
Petugas di lokasi berusaha menenangkannya, namun kabar yang disampaikan justru menghantam batinnya.
“Polisi tanya, ‘Benar itu anak ibu?’ Saya bilang iya. Polisi nggak bilang banyak, cuma ngomong, lehernya patah,” katanya pelan.
Abdira dikenal sebagai anak yang pendiam, rajin belajar, dan penuh semangat. Di usia muda, ia telah menunjukkan prestasi membanggakan hingga meraih beasiswa penuh selama tiga tahun di sekolahnya, MA Ushuluddin Singkawang.
“Dia anaknya pendiam, nggak neko-neko. Selalu berangkat sekolah pagi. Apalagi dia sudah dapat beasiswa, tiga tahun gratis sekolah,” ungkap sang ibu dengan nada bangga bercampur duka.
Pagi itu, Abdira berangkat menggunakan sepeda motor bersama adik laki-lakinya. Sang ibu mengendarai motor lain bersama anak bungsu. Tak ada tanda-tanda buruk. Namun, semuanya berubah sekejap.
“Kata adiknya, Abang nggak ngebut kok. Cuma mungkin dari belakang ada kendaraan besar, orang bilang ditabrak truk,” ujar Urai.
Truk yang diduga menabrak telah pergi dari lokasi saat ia tiba. Rekaman CCTV dari jaringan Kodim menunjukkan detik-detik insiden tersebut, memperlihatkan sisi gelap lalu lintas yang kerap abai terhadap keselamatan anak sekolah.
Kini, rumah keluarga kecil itu diliputi duka. Di sudut ruang tamu, seragam dan buku pelajaran Abdira masih tertata rapi—seakan menunggu pemiliknya pulang.
“Saya sudah siapkan untuk besok, untuk hari ulang tahunnya. Bulan Desember nanti dia 16 tahun,” ucap sang ibu, air mata tak henti menetes.
Hujan pagi yang menemaninya kepergian itu kini menjadi simbol kehilangan—tentang seorang ibu yang kehilangan separuh jiwanya, dan tentang seorang pelajar muda yang pergi terlalu cepat di jalan yang semestinya aman bagi mereka. []
Fajar Hidayat
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan