JAKARTA – Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Selain sektor pertambangan, hasil pertanian dan perkebunan menjadi andalan ekspor, salah satunya minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Selama periode Januari-April 2025, harga CPO tetap tinggi, memberikan keuntungan besar bagi penerimaan negara melalui bea keluar (BK).
Berdasarkan data Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, realisasi BK dari ekspor produk sawit pada empat bulan pertama tahun 2025 mencapai Rp9,38 triliun. Angka ini melonjak 767,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kontribusi terbesar berasal dari turunan CPO yang menyumbang Rp7,77 triliun, atau naik hampir 2.000% (year-on-year).
Kenaikan ini dipicu oleh tingginya harga komoditas sawit di pasar global. Data Kementerian Perdagangan mencatat, harga acuan CPO pada April 2025 naik US$7,03 per ton menjadi US$961,54 per ton. Kondisi ini menjadi angin segar bagi pemerintah, khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, karena berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara.
Selain sawit, komoditas kakao juga menunjukkan kinerja positif. Penerimaan BK dari kakao melonjak 171,6% menjadi Rp68,8 miliar pada Januari-April 2025. Namun, tidak semua sektor mengalami keberuntungan. Penerimaan BK dari mineral justru anjlok 60,4%, hanya mencapai Rp1,82 triliun dalam periode yang sama.
Lonjakan pendapatan dari ekspor sawit dan kakao memperkuat posisi Indonesia di pasar global. Namun, tantangan tetap ada, terutama pada sektor mineral yang kinerjanya masih lesu. Pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan peluang sekaligus mengatasi ketimpangan penerimaan antar sektor untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Dengan potensi SDA yang besar, Indonesia perlu terus mengoptimalkan pengelolaan komoditas unggulan agar memberikan manfaat berkelanjutan bagi perekonomian nasional. []
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan