JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengimbau masyarakat untuk lebih hemat dalam penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) menyusul gejolak geopolitik global yang memicu kekhawatiran pasokan energi. Konflik Timur Tengah, terutama eskalasi perang antara Israel dan Iran yang melibatkan Amerika Serikat, telah mendorong lonjakan harga minyak mentah dunia.
Harga minyak diprediksi bisa menembus US$100 per barel jika Selat Hormuz—jalur vital yang dilalui 20% pasokan minyak dan BBM global—ditutup oleh Iran. Bagi Indonesia sebagai negara net importir minyak, situasi ini berpotensi mengganggu stabilitas pasokan. Kekhawatiran semakin besar mengingat cadangan BBM nasional saat ini hanya cukup untuk 19-29 hari operasional.
“Per 16 Juni 2025, stok Pertalite aman untuk 21 hari, Pertamax 29 hari, dan Solar 19 hari,” jelas Saleh Abdurrahman, Anggota Komite BPH Migas, kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/6/2025). Meski status cadangan masih dalam kategori aman, masyarakat diminta waspada terhadap potensi gangguan pasokan jika konflik di Timur Tengah semakin meluas.
Ancaman lain adalah kenaikan harga BBM dan LPG di dalam negeri. Putra Adhiguna, Analis Energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), memperingatkan risiko pembengkakan subsidi energi dalam APBN. “Ini mengingatkan pentingnya percepatan transisi ke kendaraan listrik. Jika tidak, beban akan jatuh pada APBN atau kantong masyarakat,” ujarnya, Senin (23/6/2025).
Ia menekankan perlunya langkah strategis pemerintah, termasuk memperkuat cadangan BBM dan mempercepat elektrifikasi transportasi serta rumah tangga. “Krisis seperti ini berulang dan membutuhkan solusi jangka panjang,” tambahnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor migas Indonesia pada 2024 mencapai US$36,27 miliar, naik dari US$35,83 miliar di 2023. Meski impor minyak mentah turun menjadi US$10,35 miliar (dari US$11,14 miliar), impor produk olahan seperti BBM justru melonjak ke US$25,92 miliar (dari US$24,68 miliar).
Krisis semakin nyata setelah harga minyak dunia melonjak tajam pada Senin (23/6/2025) menyusul penutupan Selat Hormuz oleh Iran. Langkah ini diambil sebagai balasan atas serangan AS terhadap tiga fasilitas nuklir Iran. Situasi ini memaksa Indonesia bersiap menghadapi dampak terburuk dari ketidakstabilan energi global.
Dengan ketergantungan impor yang tinggi, langkah penghematan dan diversifikasi energi menjadi kunci untuk mengurangi kerentanan Indonesia terhadap gejolak pasar minyak dunia. []
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan