DAMASKUS – Militer Israel melancarkan serangan udara ke wilayah sekitar Istana Kepresidenan Suriah di Damaskus pada Jumat (02/05/2025). Serangan ini menyusul meningkatnya kekerasan terhadap komunitas minoritas Druze di Suriah.
Dalam pernyataan resmi, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebutkan jet-jet tempurnya menargetkan area di dekat kompleks istana. “Jet tempur menyerang dekat area istana,” tulis IDF sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Langkah ini diambil setelah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengancam akan melakukan intervensi militer apabila pemerintah Suriah gagal melindungi komunitas Druze dari aksi kekerasan yang terus berlanjut. Katz menyatakan bahwa Israel akan merespons “dengan kekuatan signifikan” jika Damaskus mengabaikan seruan tersebut.
Komunitas Druze memiliki sejarah panjang dalam dinamika kawasan. Dalam konflik Arab-Israel sejak 1948, sebagian kelompok Druze diketahui mendukung pihak Israel dan banyak dari mereka kini menjadi bagian dari militer Zionis, dengan jumlah populasi mencapai sekitar 140.000 orang di Israel.
Pekan ini, ketegangan di Suriah meningkat setelah bentrokan berdarah terjadi antara pasukan keamanan Suriah dan kelompok bersenjata yang diyakini mewakili komunitas Druze. Menurut Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris, sedikitnya 103 orang tewas, termasuk 30 anggota pasukan pemerintah, 21 anggota komunitas Druze, serta 10 warga sipil.
Di kota Sweida, bentrokan sengit mengakibatkan kematian 40 warga Druze dan 35 lainnya dalam serangan yang terjadi di jalur Sweida–Damaskus pada Rabu (30/4). Lembaga pemantau tersebut menyebut kekerasan itu melibatkan pasukan yang berafiliasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan Suriah.
Pemimpin spiritual Druze, Sheikh Hikmat Al Hijri, mengecam keras kekerasan tersebut dan menyebutnya sebagai “kampanye genosida yang tidak dapat dibenarkan.” Ia menyerukan intervensi pasukan internasional demi melindungi komunitas Druze dan mencegah kejahatan lebih lanjut.
Namun demikian, Menteri Luar Negeri Suriah Assad Al Shaibani memperingatkan bahwa keterlibatan kekuatan asing hanya akan memperburuk perpecahan di dalam negeri. Ia menekankan pentingnya persatuan nasional sebagai fondasi untuk stabilisasi negara pasca-pergantian rezim.
Sejak digulingkannya Presiden Bashar al-Assad oleh kelompok milisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS) pada Desember 2024, Suriah terus dilanda konflik sektarian yang semakin tajam. Komunitas Alawi, yang secara historis merupakan pendukung Assad, menjadi korban pembantaian massal pada Maret lalu, dengan laporan lebih dari 1.700 warga sipil terbunuh oleh pasukan keamanan dan kelompok milisi pendukung pemerintah baru.
Meskipun pemerintahan baru di bawah Ahmad al-Sharaa berupaya menampilkan wajah inklusif, eskalasi kekerasan terhadap kelompok Druze dan Alawi menandakan bahwa stabilitas Suriah masih jauh dari jangkauan. Serangan terbaru Israel menambah kompleksitas krisis dan menunjukkan bahwa konflik internal Suriah kini mulai menarik keterlibatan aktor eksternal secara lebih terbuka.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada komentar resmi dari pemerintah Suriah terkait serangan udara Israel. Tingkat kerusakan dan jumlah korban akibat serangan tersebut pun belum dapat dikonfirmasi secara independen. []
Redaksi11