JAKARTA – Israel menunjukkan ketidaksabarannya atas sikap Amerika Serikat (AS) yang belum juga memutuskan apakah akan terlibat langsung dalam rencana serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Presiden AS Donald Trump sebelumnya meminta waktu dua pekan untuk merampungkan pembahasan diplomatik terkait program nuklir Iran, sebelum menentukan langkah militer.
Namun, sumber Reuters mengungkapkan, ketegangan mewarnai komunikasi antara Israel dan AS baru-baru ini. Dalam sebuah percakapan telepon yang berlangsung Kamis lalu, para pejabat Israel menilai dua minggu adalah waktu yang terlalu lama untuk menunda aksi.
Percakapan itu melibatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan Kepala Staf Militer Eyal Zamir. Mereka menegaskan kepada pihak AS bahwa saat ini adalah momentum strategis yang tidak boleh disia-siakan untuk menghancurkan fasilitas nuklir Fordow milik Iran.
Fordow sendiri dikenal sebagai pusat pengayaan uranium yang terletak di bawah tanah, dengan perlindungan bunker yang sangat kuat.
Namun, dari pihak Washington, Wakil Presiden JD Vance menegaskan bahwa AS belum siap terlibat langsung dalam konflik bersenjata. Ia mengingatkan bahwa keputusan semacam itu memerlukan pertimbangan matang. Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth yang juga turut serta dalam diskusi tersebut menyampaikan pandangan serupa.
Meski demikian, menurut empat sumber Reuters, kemungkinan besar Israel akan bertindak secara unilateral. Tel Aviv merasa memiliki keunggulan militer atas Iran dan melihat peluang strategis yang bisa dimanfaatkan saat ini. “Saya rasa mereka tidak akan menunggu lebih lama,” kata salah satu sumber, Sabtu (21/06/2025).
Hingga kini belum jelas apakah serangan itu akan dilakukan lewat serangan udara, operasi darat, atau kombinasi keduanya. Namun yang pasti, Israel telah membuka opsi untuk melancarkan operasi militer tunggal terhadap Fordow.
Di sisi lain, Presiden Trump masih tampak ragu apakah harus memberikan dukungan militer langsung atau tetap mengedepankan jalur diplomasi. Namun, retorikanya yang belakangan semakin keras terhadap Iran mengindikasikan eskalasi kemungkinan keterlibatan AS.
Perpecahan di dalam koalisi pendukung Trump pun mulai terlihat. Beberapa figur penting, terutama dari Partai Republik, mendorong agar AS tidak terseret ke dalam konflik berskala besar di Timur Tengah.
Saat ini, AS merupakan satu-satunya negara yang memiliki senjata penghancur bunker seperti GBU-57 Massive Ordnance Penetrator seberat 13,6 ton, yang diyakini mampu merusak fasilitas Fordow.
Sebagai bagian dari persiapan militer, AS dilaporkan memindahkan pesawat pengebom B-2 ke pangkalan militer di Guam. Pesawat ini diyakini dapat memainkan peran penting jika konflik berskala besar pecah.
Sementara itu, Iran tetap berkeras bahwa program nuklirnya murni untuk tujuan damai, bukan untuk pengembangan senjata. []
Admin 02
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan