BANJARMASIN – Kementerian Pertanian Republik Indonesia menemukan 212 merek beras yang diduga melanggar standar mutu. Temuan ini merupakan hasil inspeksi lapangan yang dilakukan Kementerian Pertanian bersama Satuan Tugas (Satgas) Pangan Kepolisian Republik Indonesia.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyatakan bahwa merek-merek tersebut diketahui tidak memenuhi ketentuan dalam hal berat bersih, komposisi, dan pelabelan kemasan. “Beberapa merek, pada kemasannya tertera 5 kilogram, padahal isinya hanya 4,5 kg,” ujarnya. Selain itu, banyak di antaranya mencantumkan label “beras premium” meskipun kualitas isi sebenarnya tidak sesuai.
Modus yang digunakan adalah mengoplos beras dari berbagai jenis atau kualitas berbeda, lalu mengemasnya seolah-olah beras tersebut termasuk kategori premium maupun medium. Praktik ini tidak hanya mengecoh konsumen dalam hal kualitas, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi besar yang diperkirakan mencapai Rp99 triliun per tahun.
Beberapa nama besar turut terseret dalam daftar tersebut, di antaranya Sania, Sovia, Fortune, dan Siip yang diproduksi Wilmar Group. Merek lainnya meliputi Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, dan Setra Pulen milik Food Station Tjipinang Jaya; serta Raja Platinum dan Raja Ultima milik PT Belitang Panen Raya. Ayana, produk dari PT Sentosa Utama Lestari, anak usaha Japfa Group, juga disebut dalam daftar.
Seluruh merek tersebut merupakan bagian dari 212 merek yang menurut Menteri Pertanian akan diumumkan kepada publik secara resmi dan bertahap.
Di Kota Banjarmasin, beberapa ritel modern seperti Alfamart, Alfamidi, dan Indomaret diketahui masih menjual beras dari merek-merek yang termasuk dalam temuan tersebut. Berdasarkan penelusuran Redaksi11 di lapangan, sejumlah produk seperti Sania, Setra Ramos, Setra Pulen, dan Raja Platinum ditemukan di etalase penjualan.
Penelusuran juga dilakukan ke toko-toko sembako di kawasan Jalan Cemara Raya, Banjarmasin Utara. Seorang penjual bernama Ahmad Raisan mengakui dirinya pernah menjual beras Sania, Fortune, dan Siip. Namun, menurutnya, beras-beras tersebut tidak laku keras. “Peminatnya kurang, jadi kadang cuma menstok sedikit,” ujarnya, Rabu (16/07/2025).
Kini, hanya tersisa empat bungkus beras Siip di rak tokonya. Raisan mengatakan tidak akan lagi menjual merek-merek tersebut setelah isu ini mencuat ke publik.
Sementara itu, sejumlah pedagang di pasar tradisional di Banjarmasin mengaku telah menghentikan penjualan merek-merek tersebut sejak lama. Maslihah, pedagang beras di Pasar Pagi, Jalan Kelayan Luar, menyebut dirinya sudah hampir setahun tidak menjualnya lagi. “Lakunya lambat,” katanya.
Pedagang lain, Sudiman Saleh, yang berjualan di lokasi yang sama, menyampaikan bahwa tokonya juga telah lebih dulu menghentikan penjualan beras dari merek-merek tersebut.
Di sisi lain, kabar ini turut berdampak pada beras dengan kualitas tinggi seperti Lapoijo yang mulai langka di pasaran karena meningkatnya permintaan dan terbatasnya pasokan.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Banjarmasin, Ichrom Muftezar, belum memberikan pernyataan resmi terkait temuan ini hingga berita ini diterbitkan.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan