MELAWI – Isu panas kembali mengguncang parlemen daerah. Sejumlah anggota DPRD Melawi dituding menerima proyek dari perusahaan sawit. Namun, tudingan itu langsung dimentahkan oleh Anggota DPRD Melawi, H. Heri Iskandar, yang menyebut kabar tersebut sebagai fitnah tanpa dasar.
“Isu itu tidak benar sama sekali. Kami tidak pernah mendapatkan proyek dari perusahaan perkebunan ataupun pihak manapun. Silakan tanyakan langsung ke pihak perusahaan, apakah benar ada proyek yang diberikan kepada DPRD,” tegas Heri Iskandar, Selasa (28/10/2025).
Menurut Heri, tudingan bahwa DPRD “kurang bertaji” dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat karena mendapat proyek dari perusahaan sawit justru merupakan upaya membelokkan perhatian publik dari persoalan inti: pelanggaran di sektor perkebunan.
Heri menegaskan bahwa DPRD Melawi tetap berdiri di garis depan dalam melakukan pengawasan terhadap aktivitas perusahaan sawit, tanpa tebang pilih.
“Kami tidak bungkam, masyarakat jangan khawatir. Banyak hal yang kami soroti, salah satunya pelanggaran yang dilakukan PT Semboja Inti Perkasa (SIP),” ujarnya.
Legislator Partai Kebangkitan Bangsa itu bahkan menuding PT SIP melanggar sejumlah regulasi. “Sudah hampir delapan tahun mereka mendirikan pabrik kelapa sawit, tapi tidak punya kebun sendiri. Ini jelas melanggar aturan,” ungkapnya.
Dari catatan DPRD, PT SIP belum memenuhi kewajiban memiliki kebun inti 20 persen sebagaimana diatur dalam regulasi. Padahal, pemerintah daerah telah memberikan izin bagi perusahaan tersebut untuk membuka kebun lebih dari dua ribu hektare. Namun hingga kini, izin itu belum direalisasikan, sementara kapasitas pabrik PT SIP telah mencapai 60 ton TBS per jam.
Selain itu, Heri menyoroti bahwa perusahaan tersebut masih beroperasi dengan izin lingkungan UKL/UPL dan belum meningkatkan statusnya menjadi AMDAL, padahal aktivitas industrinya sudah tergolong besar.
“Dalam aturan, setiap pabrik kelapa sawit wajib memiliki minimal 20 persen bahan baku dari kebun kemitraan masyarakat. Tapi PT SIP sampai sekarang belum memenuhi kewajiban itu,” jelasnya.
Heri mengingatkan, DPRD bahkan pernah menggunakan hak angket untuk menyelidiki persoalan PT SIP. “Hal itu menjadi bukti bahwa DPRD tidak menutup mata terhadap berbagai pelanggaran di sektor perkebunan,” ujarnya.
Lebih jauh, Heri menegaskan bahwa masih banyak persoalan kebun lainnya yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah daerah. Ia khawatir, pembiaran terhadap pelanggaran perusahaan sawit akan berujung pada konflik sosial di tingkat masyarakat pemilik lahan.
“Jangankan mendesak perusahaan untuk segera memberikan hak plasma masyarakat, menertibkan aturan bagi perusahaan yang tidak punya kebun seperti PT SIP saja kita belum mampu,” ujarnya menirukan keluhan warga.
Karena itu, Heri mendesak pemerintah daerah agar tidak hanya memberi teguran administratif, tetapi juga berani mengambil langkah hukum terhadap perusahaan yang melanggar aturan.
“Jangan sampai masyarakat menilai pemerintah lemah menghadapi perusahaan besar. Kalau memang melanggar, harus ada tindakan nyata,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Heri mengingatkan masyarakat agar tidak mudah termakan isu yang justru mengaburkan pokok persoalan. “Fokus kita adalah kepatuhan perusahaan terhadap regulasi dan kewajiban terhadap masyarakat. Jangan malah memutarbalikkan isu seolah DPRD yang bermain proyek,” pungkasnya. []
Fajar Hidayat
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan