BERAU – Kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali mengguncang Kabupaten Berau. Seorang pemuda berprestasi yang pernah menjadi Duta Budaya Berau 2022, berinisial AR (25), resmi ditetapkan sebagai tersangka pedofilia setelah polisi mengungkap adanya belasan korban berusia 12 hingga 17 tahun. Penetapan tersangka dilakukan oleh Polres Berau pada Kamis (05/12/2025).
AR yang dikenal aktif sebagai pembina Pramuka dan pendamping desa dalam program Sigap Sejahtera, ternyata memanfaatkan kedekatannya dengan para remaja untuk menjalankan aksinya. Mayoritas korban merupakan anak-anak dari kampung sekitar Kecamatan Tabalar, tempat AR beraktivitas.
Kasus ini terungkap setelah orang tua salah satu korban melapor pada Sabtu (11/11/2025). Dari laporan tersebut, penyidik kemudian menelusuri lebih jauh hingga akhirnya berhasil mengamankan pelaku ketika ia tiba di Bandara Kalimarau sepulang dari Yogyakarta.
“Jadi salah satu orang tua korban melapor kepada kami, kemudian kami mengamankan pelaku di bandara (Bandara Kalimarau, Berau) pada saat ia pulang dari Yogyakarta,” ungkap Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Berau, Iptu Siswanto, Jumat (05/12/2025).
Menurut Siswanto, AR telah melakukan aksinya sejak tahun 2021 dan menggunakan jasa iming-iming beasiswa untuk mendekati korban. “Saat melancarkan aksinya, pelaku AR mengiming-imingi para korban dengan tawaran beasiswa dan telah dilakukan sejak tahun 2021,” terangnya.
Dari pendataan sementara, terdapat 17 korban, termasuk satu orang di atas usia 18 tahun. Empat korban mengalami trauma berat dan kini menjalani pendampingan.
Namun, banyak korban masih enggan memberikan keterangan karena merasa malu dan menganggap kasus ini sebagai aib. “Untuk korban yang telah dikonfirmasi pihak Polres Berau yakni sebanyak 4 korban dan ada 5 korban yang masih enggan memberikan keterangan,” jelas Siswanto.
Sementara itu, Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Yusran, memastikan pendampingan akan terus dilakukan. “Memang ini merupakan aib bagi korban, dan ada tekanan malu untuk melaporkannya,” katanya.
Ia menegaskan, pihaknya sudah mendampingi korban dan memastikan proses pemulihan trauma tetap berjalan. “Dari pemeriksaan pada korban, tidak ada perilaku menyimpang, semuanya dilakukan karena keakraban,” tambahnya.
AR kini terancam hukuman berat berdasarkan Pasal 82 ayat (1) Perppu No. 1 Tahun 2016 dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2016, dengan ancaman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara serta denda hingga Rp5 miliar. “Jika dilakukan oleh orang tua, wali, pendidik, atau berulang pidana ditambah 1/3 atau bisa sampai 20 tahun,” tegas Siswanto.
Setelah kasus mencuat, AR langsung diberhentikan dari tugasnya sebagai pendamping desa. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan