BERAU – Janji percepatan perizinan kapal nelayan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kembali digaungkan. Namun di balik kabar “titik terang” itu, tersisa pertanyaan lama: mengapa urusan izin yang semestinya sederhana harus menunggu pemerintah daerah datang ke Jakarta?
Audiensi antara Pemkab Berau dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di kantor Ditjen Perikanan Tangkap Jakarta pada Rabu (08/10/2025) membahas keluhan nelayan tentang ruwetnya administrasi izin usaha perikanan. Wakil Bupati Berau, Gamalis, menyoroti besarnya potensi laut Berau yang tak diimbangi kemudahan perizinan.
“Wilayah laut Berau memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Sektor ini berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sekitar 12 persen, di bawah sektor galian dan pertambangan yang mencapai 50 persen,” ujar Gamalis, Rabu (08/10/2025).
Sayangnya, pernyataan itu menegaskan betapa sektor perikanan masih dianggap nomor dua setelah tambang. Nelayan yang menjadi tulang punggung ekonomi pesisir justru terus bergulat dengan sistem izin berlapis dan kebijakan tersentralisasi.
Gamalis menambahkan, audiensi itu bukan sekadar formalitas. “Harapan kami, ke depan pengurusan izin kapal tangkap maupun kapal angkut bisa dilakukan lebih mudah dan cepat. Kami juga berharap aturan terkait sanksi di perairan bisa diterapkan sejalan dengan kebijakan perizinan yang berlaku,” katanya pada.
Namun kenyataan di lapangan jauh dari janji tersebut. Proses izin kapal tetap memakan waktu lama, sementara nelayan yang belum berizin justru terancam sanksi.
Direktur Perizinan Kenelayanan Ditjen Perikanan Tangkap, Ukon Ahmad, yang menerima rombongan, menyatakan KKP siap mendukung percepatan perizinan. “Perizinan dan dokumen sekarang berbasis aplikasi, dan bisa diakses 24 jam dalam sepekan. Jika dokumen sudah lengkap dan sesuai ketentuan, maka berkas izin usaha akan segera terbit,” ujar.
Pernyataan itu terdengar meyakinkan, tapi di lapangan justru tidak semudah itu. Sebagian besar nelayan Berau tidak terbiasa menggunakan sistem digital, sehingga mereka terpaksa meminta bantuan pihak lain untuk mengurus izin tentu dengan biaya tambahan.
“Lengkapi berkas dan inventarisasi kapal, baik yang sudah memiliki izin maupun yang belum. Pastikan juga dokumen pendukung seperti Izin Usaha Berlayar (IUB) dan rekening pribadi tersedia agar prosesnya mudah,” jelas Ukon.
Pernyataan itu kembali menegaskan bahwa tanggung jawab diserahkan kepada nelayan, bukan pada negara yang seharusnya hadir mempermudah.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perikanan Berau, Maulidiyah, mengakui izin menjadi momok utama. “Dalam hal ini kami, sebagaimana kita ketahui kewenangan itu, kelautan tidak ada lagi kewenangan pemkab, karena 0-12 mil provinsi dan 12 mil ke atas itu pusat, begitupun perizinannya,” jelas Maulidiyah.
Ia menambahkan, nelayan kini cemas melaut setelah adanya penangkapan kapal pengangkut ikan Agustus lalu. “Dengan terjadinya penangkapan kapal pengangkut ikan di Agustus lalu, ini menjadikan nelayan kita was-was, karena jadwalnya kan tidak menentu, jadi mereka takut. Memang nelayan ini masih banyak yang belum berizin,” katanya.
Ironisnya, nelayan yang kesulitan izin justru lebih cepat ditindak ketimbang dibantu. Maulidiyah mengungkapkan, nelayan yang sempat ditangkap hanya diberi surat peringatan. “Nah, sehingga caranya adalah percepatan izin mereka yang selama ini lambat. Kami sudah komunikasi dengan Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan, jadi kita sudah sampaikan kondisi kita seperti apa. Jika ikan langka, akan berdampak pada konsumsi di Berau,” tegasnya.
Pemerintah berencana membuka gerai perizinan di Berau jika terdapat minimal 100 pengajuan izin kolektif. Namun hingga kini baru 20 nelayan yang mendaftar, jauh dari target. Sementara nelayan terus menunggu kejelasan, birokrasi perizinan tetap berlayar di tempat.
Janji percepatan izin memang terdengar indah di ruang rapat kementerian, tetapi selama sistemnya masih berbelit dan tak ramah bagi nelayan kecil, maka “titik terang” yang dijanjikan belum lebih dari cahaya redup di ujung terowongan bernama birokrasi. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan