Jejak Panjang Dugaan Korupsi Laptop di Kemendikbud: Nadiem Buka Suara

JAKARTA — Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus mendalami kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop berbasis Chrome OS (Chromebook) senilai Rp9,9 triliun pada periode 2019–2023. Dalam sepekan terakhir, penyidik secara maraton memeriksa sejumlah pihak, termasuk tiga orang yang pernah dikenal dekat dengan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri sejauh mana peran ketiga orang tersebut dalam proyek pengadaan yang kini menjadi sorotan publik. “Yang menjadi terus pertanyaan bagi penyidik, bagaimana dalam kapasitas sebagai stafsus, tetapi juga berkiprah memberikan masukan-masukan terkait dengan pengadaan Chromebook ini,” ungkap Harli, Rabu (11/6).

Mereka yang telah diperiksa antara lain Fiona Handayani dan Ibrahim Arief. Fiona hadir pada Selasa (10/6), sedangkan Ibrahim menjalani pemeriksaan pada Kamis (12/6). Sementara itu, satu nama lain, Jurist Tan, belum memenuhi panggilan pemeriksaan dan meminta penjadwalan ulang.

Fiona diketahui merupakan mantan staf khusus Nadiem yang membidangi isu-isu strategis. Sebelum bergabung ke Kemendikbud, ia memiliki rekam jejak sebagai analis di McKinsey & Company dan staf Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ia enggan memberi keterangan kepada media saat hadir di Kejagung, dan sebelumnya apartemennya di kawasan Kuningan telah digeledah penyidik.

Jurist Tan yang disebut pernah terlibat di awal pengembangan Gojek, juga tak hadir pada panggilan pertama. Ia tercatat sebagai stafsus bidang pemerintahan dan memiliki latar belakang akademik dari Yale University. Apartemennya di The Orchard Satrio, Ciputra World 2 juga telah digeledah penyidik.

Ibrahim Arief, yang juga diperiksa, menegaskan melalui kuasa hukumnya bahwa dirinya bukan staf khusus Nadiem, melainkan konsultan teknologi independen. “Beliau konsultan individu yang ditunjuk untuk bekerja, memberikan masukan-masukan terhadap teknologi kementerian,” jelas Indra Sihombing, kuasa hukum Ibrahim.

Sejak status kasus ini naik ke tahap penyidikan pada 20 Mei lalu, Kejagung telah memeriksa 28 saksi. Namun, hingga kini belum ada penetapan tersangka.

Penyidik menduga adanya upaya pemufakatan jahat melalui pengarahan terhadap tim teknis untuk membuat kajian yang mengarah pada penggunaan laptop berbasis Chrome OS. Padahal, uji coba di tahun 2019 menunjukkan penggunaan Chromebook tidak efektif untuk pembelajaran.

Menanggapi proses hukum yang tengah berjalan, Nadiem Makarim mengaku terkejut. Ia menegaskan bahwa sejak awal pengadaan dilakukan dengan pendampingan lembaga negara, termasuk BPKP dan Jamdatun. Ia menyatakan, pengadaan tersebut merupakan langkah mitigasi risiko pendidikan akibat pandemi Covid-19, dan hanya ditujukan untuk sekolah yang memiliki akses internet. “Operating system ChromeOS itu gratis. Sedangkan operating system lainnya itu berbayar, dan bisa mencapai Rp1,5 sampai Rp2,5 juta tambahan,” ujar Nadiem saat konferensi pers, Selasa (10/6).

Nadiem juga membantah jika program itu ditujukan untuk daerah 3T, dengan menegaskan bahwa hanya sekolah dengan jaringan internet memadai yang menjadi sasaran. []

Redaksi10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X