JAKARTA – Presiden ke-7 RI Joko Widodo menanggapi polemik meme viral yang membandingkannya dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto karya mahasiswi ITB. Dalam pernyataannya di Solo, Rabu (14/5/2025), Jokowi menyayangkan konten tersebut sebagai bentuk demokrasi digital yang melampaui batas.
“Itu berdemokrasi di era digital, tapi menurut saya sudah kebablasan. Sudah kebangetan,” tegas Jokowi saat berbincang dengan wartawan usai acara di sebuah rumah makan. Meme yang memicu perdebatan publik ini dinilai telah mengikis batas antara kebebasan berekspresi dengan penghinaan terhadap simbol negara.
Mantan Wali Kota Solo itu menekankan bahwa demokrasi harus dijalankan dengan etika. “Demokrasi bukan berarti semua bisa dilakukan semaunya. Ada rambu-rambu yang tetap harus dijaga,” ujarnya. Jokowi mengingatkan insiden ini harus menjadi bahan pembelajaran, khususnya bagi generasi muda dalam menggunakan ruang digital secara bertanggung jawab.
Meski mengecam konten tersebut, Jokowi justru mengapresiasi pendekatan pembinaan daripada penindakan hukum terhadap pembuat meme. “Pembinaan itu baik. Ini kan untuk pembelajaran. Bukan untuk menghukum, tapi mengingatkan bahwa kebebasan itu ada batasnya,” jelasnya.
Presiden dua periode ini menyerahkan sepenuhnya proses penanganan kasus kepada pemerintah. Namun ia menegaskan, menjaga martabat lembaga kepresidenan merupakan bagian dari upaya mempertahankan kualitas demokrasi. “Ini jadi peringatan kita bersama. Jangan sampai demokrasi diartikan sebagai bebas tanpa batas,” tandasnya.
Pernyataan Jokowi ini menegaskan posisinya sebagai mantan kepala negara yang tetap menjaga kewibawaan institusi kepresidenan, sekaligus menunjukkan komitmen pada pendidikan demokrasi. Kasus ini kembali memantik diskusi tentang keseimbangan antara kreativitas digital, etika bermedia, dan penghormatan terhadap simbol kenegaraan di era disrupsi informasi.[]
Redaksi11