Kabupaten PPU Belum Miliki Panitia Pengakuan dan Perlindungan MHA

SAMARINDA – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim, Puguh Harjanto, mengungkapkan bahwa Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) hingga kini belum memiliki Panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA).

“Dari tujuh kabupaten dan tiga kota di Kaltim, hanya Kabupaten PPU yang belum memiliki panitia tersebut,” ujar Puguh dalam wawancara dengan media di Kantor DPMPD Kaltim, Jalan MT Haryono, Samarinda, Kamis (23/01/2025).

Puguh menambahkan bahwa ada 13 komunitas adat yang telah menjalani verifikasi teknis oleh panitia dan kini hanya menunggu surat keputusan dari kepala daerah setempat untuk mendapatkan status pengakuan resmi.

“Saat ini, tujuh komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kalimantan Timur telah resmi diakui oleh pemerintah, terdiri dari dua MHA di Kabupaten Paser dan lima MHA di Kabupaten Kutai Barat,” jelasnya.

Sebagai informasi, tujuh MHA yang dimaksud meliputi dua MHA di Kabupaten Paser, yaitu MHA Mului di Desa Swan Slutung dan MHA Paring Sumpit. Sementara itu, di Kabupaten Kutai Barat terdapat lima MHA, yakni MHA Benuaq Madjaun, MHA Benuaq Telimuk, MHA Bahau Uma Luhat, MHA Peninyau, dan MHA Tonyooi Juaq Asa.

Langkah ini sejalan dengan komitmen Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim yang bertujuan untuk memberikan hak yang setara bagi masyarakat adat, terutama dalam hal pengakuan hukum dan partisipasi mereka dalam pembangunan daerah.

“Dalam penetapan MHA ini fokus kita (Pemprov) adalah pengawalan, pembinaan, pendampingan dan fasilitasi. Sedangkan untuk pengesahan menjadi kewenangan bupati dan walikota masing-masing,” ujarnya.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam belum tuntasnya pengakuan resmi MHA di beberapa kabupaten/kota berkaitan dengan keterbatasan anggaran dan belum tersedianya data spasial yang akurat mengenai sebaran masyarakat adat di setiap wilayah. Hal ini menyebabkan kesulitan saat melakukan kegiatan inventarisasi.

Puguh mengemukakan bahwa sinergi antara berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun elemen masyarakat lainnya seperti akademisi, aktivis sosial, dan masyarakat adat itu sendiri, sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses pengakuan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat.

Menurutnya, untuk mendapatkan pengakuan MHA, diperlukan identifikasi yang mendalam terhadap berbagai aspek, termasuk kebudayaan material, benda pusaka, tanah komunal, asal-usul, sejarah wilayah, batas wilayah adat, serta struktur penguasaan dan kepemilikan tanah dan sumber daya alam.

“Kami berharap, agar kepada MHA yang telah mendapatkan pengakuan dapat diberikan program khusus dan diharapkan akan terwujud rekomendasi kebijakan yang bisa menjadi pedoman dalam merancang sasaran akhir pembangunan masyarakat adat di Kaltim,” tutupnya. []
Penulis: Himawan Yokominarno | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X