Kadus Bejat Perkosa Keponakan!

BENGKAYANG – Kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang dilakukan oleh Kepala Dusun (Kadus) di Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, menjadi potret kelam bagaimana jabatan di tingkat desa bisa berubah menjadi alat penindasan terhadap yang seharusnya dilindungi. Pelaku berinisial FS, yang semestinya menjadi teladan, justru memperkosa keponakannya sendiri sejak korban masih berusia 14 tahun.

Kini, di usia 17 tahun dan duduk di kelas XI SMA, korban akhirnya berani membuka aib yang selama ini ditutupi rasa takut. Dalam tangis yang berat, ia menceritakan bagaimana sang paman memperkosanya berulang kali.

“Saya mengalami kekerasan seksual dari pelaku sejak kelas VII SMP, dan sudah dilakukan sebanyak delapan kali. Selain itu, saya juga diancam akan dikeluarkan dari sekolah jika tidak menuruti keinginan dia,” kata korban dengan suara terbata-bata dan menangis.

Ancaman FS tak hanya menjijikkan, tapi juga menunjukkan betapa kekuasaan kecil bisa merusak hidup seseorang ketika tidak diawasi. Seorang Kadus yang harusnya menjadi pelindung masyarakat menjadikan jabatan dan status sosial sebagai tameng untuk menekan anak yang masih bergantung pada keluarga.

Kasus ini akhirnya mencuat setelah ayah korban melapor ke Polres Bengkayang pada 22 September 2025. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa perbuatan bejat itu dilakukan FS di rumahnya sendiri.

Kapolres Bengkayang AKBP Syahirul Awab melalui Kasat Reskrim AKP Anuar Syarifudin menegaskan pihaknya telah menahan FS. “Perkara sudah ditindaklanjuti dan pelaku sudah ditahan rumah tahanan Polres Bengkayang dan dalam waktu dekat akan digelar konferensi pers,” ujar Anuar, Sabtu (11/10/2025).

Ia menambahkan, penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) tengah melakukan pendalaman untuk memastikan setiap tindakan kejahatan yang dilakukan pelaku. “Polres Bengkayang berkomitmen untuk mengungkap fakta sebenar-benarnya serta memberikan perlindungan maksimal kepada korban,” ujarnya.

Kasus ini terbongkar ketika istri FS yang juga bibi korban, meninggalkan rumah karena cemburu dengan postingan media sosial suaminya. Dari situ, ayah korban mulai curiga dan akhirnya menanyai anaknya. Dalam pengakuan pilu, korban menyebut bahwa FS memperkosanya dengan ancaman dan kekerasan.

“Kami pihak keluarga berharap pihak berwajib dapat melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait laporan ini demi keadilan dan perlindungan terhadap anak kami,” harap ayah korban.

Tragedi ini menjadi cermin bagaimana sistem sosial di desa kerap memberi kekuasaan tanpa pengawasan. Jabatan Kadus yang seharusnya digunakan untuk membangun dan menjaga masyarakat, malah dijadikan alat untuk menundukkan korban yang lemah. Pertanyaannya: di mana suara masyarakat saat seorang anak hidup dalam ketakutan selama tiga tahun?

Kasus ini seharusnya tidak berhenti di penahanan. Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan pejabat desa dan perlindungan anak di daerah terpencil. Karena jika seorang Kadus bisa melakukan kekejian selama bertahun-tahun tanpa diketahui, berarti sistem perlindungan masyarakat telah gagal di tingkat paling dasar. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com