PALANGKA RAYA – Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menempati urutan ketiga dalam Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2024 di Indonesia, dengan skor 79,58 yang masuk dalam kategori “cukup bebas”. Meski begitu, posisi tersebut masih berada di bawah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur yang berturut-turut menempati urutan pertama dan kedua dengan skor 80,91 dan 79,96.
Namun, meskipun Kalteng meraih peringkat tinggi dalam IKP, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Para jurnalis lokal di Kalteng sering kali mengalami intimidasi dan bahkan ancaman kriminalisasi, terutama saat memberitakan isu-isu yang bersifat kritis. Hal ini terungkap dalam diskusi publik yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin di Palangka Raya, Minggu (04/05/2025).
Koordinator AJI Persiapan Banjarmasin, Rendy Tisna, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap penurunan Indeks Kebebasan Pers secara nasional, dengan 35 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tercatat hingga triwulan pertama 2025. Rendy juga menceritakan pengalaman jurnalis di Kalteng yang menghadapi intimidasi, terutama dari Aparat Penegak Hukum (APH). Kasus yang paling mencolok adalah insiden yang melibatkan jurnalis di Kalimantan Selatan, di mana seorang wartawan, Juwita, menjadi korban kekerasan oleh oknum aparat.
Rendy menambahkan bahwa meskipun IKP Kalteng berada di urutan ketiga, hal ini tidak mencerminkan kebebasan pers yang sesungguhnya. Di lapangan, jurnalis Kalteng masih sering mengalami tekanan baik berupa intimidasi verbal maupun penghapusan dokumen peliputan.
Akademisi dari IAIN Palangka Raya, Hakim Syah, juga mengkritisi IKP Kalteng yang dianggap belum mencerminkan kebebasan pers yang optimal. Ia menyoroti kurangnya peran media lokal dalam mengawasi pemerintah, yang seharusnya menjadi fungsi utama media sebagai “watchdog”. Hakim menegaskan bahwa pers seharusnya berorientasi pada pemberitaan yang kritis, bukan sekadar menyebarkan iklan.
Diskusi ini juga menghadirkan Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Publik pada Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistik (Diskominfosantik) Kalteng, Erwindy, yang mengakui peringkat ketiga IKP Kalteng sebagai pencapaian positif. Namun, Erwindy juga mengakui adanya potensi pengaruh ikatan kontrak antara media dan pemerintah yang dapat mengancam independensi media. Keadaan ini diperburuk dengan maraknya media sosial yang sering kali lebih dipilih oleh masyarakat, sehingga media konvensional bergantung pada iklan dari pemerintah daerah.
Di sisi lain, Ketua Komisi Informasi Kalteng, Agus Triantony, menekankan pentingnya media untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan tugas jurnalistik dalam menyuarakan kebenaran. Agus juga menyinggung peran kecerdasan buatan (AI) dalam mendukung efektivitas jurnalis dalam menjalankan tugasnya, bukan sebagai ancaman.
Diskusi ini diharapkan dapat memicu semangat dalam memperjuangkan kebebasan pers yang sejati di Indonesia, dengan harapan bahwa demokrasi dan jurnalisme yang kritis tetap dapat berkembang di tengah dinamika sosial yang terus berubah.[]
Redaksi12