JAKARTA – Kapal bantuan The Madleen yang mengangkut 12 aktivis internasional, termasuk pegiat iklim asal Swedia Greta Thunberg, dilaporkan telah mendekati pesisir Gaza setelah berlayar dari Sisilia pekan lalu. Kapal tersebut merupakan bagian dari Freedom Flotilla Coalition yang bertujuan menembus blokade Israel dan menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
“Kami sekarang berlayar di lepas pantai Mesir,” ujar Yasemin Acar, aktivis hak asasi manusia asal Jerman, kepada AFP, Sabtu (07/06/2025). Ia menyatakan seluruh kru dalam keadaan baik dan memperkirakan kapal akan memasuki wilayah dekat Gaza pada Minggu malam atau Senin pagi waktu setempat.
Sepanjang pelayaran, para aktivis melaporkan adanya pemantauan intensif dari drone, termasuk Heron milik Penjaga Pantai Hellenic dan dua drone lain yang diduga dioperasikan oleh Frontex, badan penjaga perbatasan Uni Eropa. Para kru menyatakan pemantauan tersebut sebagai bentuk intimidasi, meski tak ada tindakan langsung yang membahayakan.
“Kami menyadari sepenuhnya risiko dari misi ini. Namun, jika Israel menyerang, itu akan menjadi pelanggaran berat terhadap hukum internasional,” tegas Acar.
Kapal The Madleen berlayar di bawah bendera Inggris dan membawa bantuan logistik sebagai bentuk solidaritas global terhadap kondisi kemanusiaan yang memburuk di Gaza. Menurut organisasi penyelenggara, Freedom Flotilla Coalition, kapal membawa perbekalan medis, makanan, dan perlengkapan dasar bagi warga sipil.
Dukungan Internasional dan Desakan Jalur Aman
Di London, Komite Internasional untuk Memutus Pengepungan Gaza menegaskan bahwa mereka telah berkoordinasi dengan lembaga hukum internasional untuk menjamin keselamatan para aktivis. Mereka memperingatkan bahwa setiap aksi agresi terhadap kapal merupakan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan.
Anggota Parlemen Eropa asal Prancis, Rima Hassan, yang juga berada di atas kapal, menyerukan kepada negara-negara agar menjamin jalur aman bagi Freedom Flotilla. Ia menyebut lebih dari 200 anggota parlemen Eropa telah menandatangani surat terbuka yang mendesak Israel untuk tidak menghalangi misi ini.
Amnesty International turut memberikan dukungan. Dalam pernyataannya pada Jumat (06/06/2025), Amnesty menyebut pelayaran ini sebagai “inisiatif solidaritas yang penting” dan menegaskan bahwa “tidak ada pembenaran” untuk menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah konflik.
Eskalasi Ketegangan dan Gerakan Global
Freedom Flotilla bukan satu-satunya gerakan yang memprotes blokade Israel di Gaza. Kelompok Global March to Gaza juga sedang mempersiapkan aksi besar. Mereka dijadwalkan berkumpul di Kairo pada 12 Juni 2025 dan melakukan perjalanan ke Al-Arish, dekat perbatasan Rafah, sehari kemudian.
Lebih dari 2.700 peserta dari setidaknya 50 negara akan berjalan kaki ke sisi Mesir dari perbatasan Gaza dan berkemah di sana selama beberapa hari sebagai bentuk protes damai sebelum kembali ke Kairo pada 19 Juni.
Israel, yang memberlakukan blokade laut di Gaza sejak lama, semakin menjadi sorotan sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang berkepanjangan. PBB memperingatkan bahwa lebih dari dua juta warga Gaza kini terancam kelaparan, sementara sistem kesehatan nyaris kolaps.
Freedom Flotilla Coalition sendiri telah aktif sejak 2010, menentang blokade melalui misi-misi kemanusiaan serupa. Pada Mei lalu, kapal mereka bernama The Conscience dilaporkan diserang drone saat menuju Gaza, namun tidak ada korban jiwa.
Misi kali ini menjadi ujian terhadap komitmen internasional terhadap hak asasi manusia, netralitas bantuan kemanusiaan, dan integritas hukum laut. [] Adm04