PONTIANAK – Aksi mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kalimantan Barat di Mapolda Kalbar, Jumat (03/10/2025), berubah menjadi sorotan tajam terhadap lambannya penegakan hukum atas dugaan kasus korupsi yang menyeret nama Gubernur Kalbar, H. Ria Norsan. Unjuk rasa itu bukan sekadar ekspresi kemarahan, tetapi bentuk keputusasaan terhadap sistem hukum yang dianggap “bermain mata” dengan kekuasaan.
Demonstrasi yang dimulai pukul 15.00 hingga 16.00 WIB itu diikuti oleh sejumlah cabang HMI se-Kalimantan Barat, yakni Badko HMI Kalbar, HMI Cabang Pontianak, Mempawah, Kubu Raya, dan Singkawang. Mereka diterima langsung oleh Kasubdit 3 Ditreskrimsus Polda Kalbar.
Melalui 11 poin tuntutan yang mereka sampaikan, mahasiswa menuding aparat penegak hukum lamban, tidak transparan, dan terkesan menutup-nutupi kasus yang melibatkan Gubernur. Dalam pernyataannya, HMI menegaskan, “Kami datang dengan tuntutan, bukan karena kebencian, melainkan karena cinta pada tanah ini.” Mereka menegaskan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang menuntut penanganan cepat dan terbuka, bukan diselimuti politik kekuasaan.
HMI menuntut aparat hukum Polri, Kejaksaan, dan KPK untuk segera menyatakan secara resmi status hukum Gubernur Ria Norsan. Mereka juga meminta audit total seluruh proyek di Kalbar dan Mempawah selama Norsan menjabat, karena diduga ada keterlibatan keluarga dan kerabat dalam pengaturan proyek.
Lebih jauh, mahasiswa mendesak agar kasus dugaan korupsi BP2TD Mempawah dituntaskan. Mereka bahkan menuntut KPK agar menetapkan tersangka baru setelah melakukan penggeledahan di rumah dinas dan rumah pribadi sang gubernur. “Diduga kuat Ria Norsan terlibat dalam penentuan kebijakan dan mengambil keuntungan,” kata salah satu orator aksi.
Selain itu, HMI menyoroti lemahnya koordinasi antarpenegak hukum yang menyebabkan kebingungan publik dan membuka ruang politisasi. Mereka mendesak mekanisme pengawasan publik terhadap proses hukum agar masyarakat tidak sekadar menjadi penonton dalam drama hukum yang tak berujung.
Aksi tersebut juga memprotes keras tindakan represif aparat terhadap massa aksi beberapa waktu lalu. HMI menuntut Kapolda membentuk tim investigasi independen dan memberikan sanksi tegas kepada aparat yang melanggar hukum.
Menanggapi hal itu, Kasubdit 3 Ditreskrimsus Polda Kalbar menyampaikan bahwa kasus dugaan korupsi BP2TD Mempawah masih ditangani Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Kalbar. “Ada 10 laporan polisi, sebagian besar sudah selesai di pengadilan, 1 masih kami tangani dan mendapat asistensi dari Mabes Polri,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa kasus yang masuk kewenangan KPK tetap ditangani lembaga tersebut, sedangkan tindakan represif dalam demo sebelumnya sudah ditangani Polresta Pontianak.
Namun, hingga sore hari, Gubernur Kalbar yang dijadwalkan diperiksa KPK sebagai saksi di Mapolda Kalbar tak kunjung datang. Fakta ini kian mempertebal kecurigaan publik bahwa proses hukum di negeri ini terlalu lunak jika menyentuh pejabat berkuasa. Sementara mahasiswa tetap bersuara di jalan, hukum seolah berjalan di tempat antara keberanian rakyat dan ketakutan lembaga hukum. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan