Kebakaran Kian Sering, Relawan Harap Hidran Lebih Merata

BANJARMASIN – Kebakaran yang berulang kali melanda Kota Banjarmasin menyoroti kelemahan infrastruktur pendukung pemadaman, khususnya ketersediaan hidran. Meski tercatat ada 52 titik hidran yang dipasang di berbagai lokasi, keberadaannya belum sepenuhnya membantu relawan maupun petugas pemadam dalam mengatasi api.

Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Disdamkarmat) Kota Banjarmasin, Hendro, mengakui seluruh hidran yang ada masih berfungsi. Namun ia menegaskan ada kendala teknis mendasar yang membuatnya kurang optimal. “Tekanan airnya sering kali kurang. Bahkan harus disedot dulu pakai mesin. Itu karena hidran kita ikut jaringan pipa PDAM yang juga dipakai masyarakat. Standarnya punya instalasi sendiri, dengan tekanan kuat. Kalau bikin instalasi khusus, biayanya bisa miliaran,” ujar Hendro, Sabtu (13/09/2025).

Kendala tekanan air ini membuat fungsi hidran kerap tak maksimal, terutama saat terjadi kebakaran besar yang membutuhkan pasokan air berkelanjutan. Menurut Hendro, rencana penambahan atau peremajaan hidran belum bisa dilakukan dalam waktu dekat karena faktor anggaran. “Memang, ada beberapa titik yang tekanan airnya kuat, tapi tidak merata. Kami rutin lakukan perawatan, hanya optimalisasi masih terbatas,” tambahnya.

Kritik juga datang dari para relawan. Sekretaris Relawan Damkar Banjarmasin Barat (Redbar), Muhammad Ridho, mengatakan sebagian besar tim relawan tidak pernah mengandalkan hidran saat pemadaman. “Rata-rata tidak pernah. Kepala selang dari hidran ke mesin pompa beda dengan yang dimiliki relawan. Selang kami biasa dipakai untuk mengisap air dari sumber air terbuka. Itu lebih cepat, apalagi Banjarmasin kan penuh anak sungai,” ucapnya.

Ridho menambahkan, letak hidran juga jarang berada di kawasan permukiman padat, padahal daerah tersebut paling sering dilanda kebakaran. Hal ini membuat relawan lebih mengandalkan sungai, kanal, atau sumber air terbuka lain ketimbang hidran. “Kalau di luar negeri, hidran memang dirancang dengan tekanan besar, bisa mendorong air sampai ke bangunan tinggi. Kita belum sampai ke situ,” ungkapnya.

Meski demikian, ia tetap menilai hidran penting bagi penanggulangan kebakaran, baik untuk relawan maupun dinas pemadam. Ridho menyampaikan enam masukan, mulai dari pendataan lokasi hidran agar mudah diakses relawan, peningkatan tekanan air, hingga sosialisasi pemanfaatan yang lebih masif. “Yang paling penting hidran jangan hanya dipasang di objek vital. Justru harus ada di permukiman padat. Warnanya juga harus mencolok, jangan sampai tidak terlihat. Dan tolong dicek fungsinya secara rutin,” tegasnya.

Sementara itu, persoalan kebakaran tidak hanya terjadi di Banjarmasin. Kota Banjarbaru, yang kini menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, juga menghadapi risiko serupa. Kepala UPTD Pemadam Kebakaran (Damkar) Banjarbaru, Syafrullah, menyebut telah terjadi peningkatan jumlah kebakaran dibandingkan tahun lalu. “Jumlah kebakaran terjadi peningkatan sampai hari ini,” katanya, Sabtu (13/09/2025), meski belum dapat merinci jumlah pasti kejadian sepanjang 2025.

Mengenai hidran, Syafrullah menegaskan hal itu bukan kewenangan instansinya, melainkan Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim). Kepala Disperkim Banjarbaru, Abdussamad, memastikan pihaknya sudah menyiapkan lebih dari seratus hidran untuk menunjang kebutuhan pemadaman. “Sebanyak 118 hidran sudah dipasang Disperkim. Hidran tersebar di seluruh kelurahan,” sebutnya.

Dengan kondisi ini, jelas bahwa infrastruktur pemadaman kebakaran di Kalimantan Selatan masih perlu pembenahan. Ketersediaan hidran yang memadai, didukung tekanan air yang konsisten, sangat penting agar upaya pemadaman tidak hanya bergantung pada sumber air terbuka. Harapan dari relawan dan petugas lapangan menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah untuk menyusun langkah strategis, terutama menghadapi musim kemarau yang rawan memicu kebakaran. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com