JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menutup kemungkinan untuk memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga periode 2018–2023. Dugaan kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp197,3 triliun, dengan potensi peningkatan setelah audit final oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa pemanggilan pejabat negara tergantung pada kebutuhan penyidikan.
“Kami akan melihat sikap penyidik ke depannya, apakah pemanggilan tersebut diperlukan dalam proses penyidikan,” kata Harli dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (03/03/2025). Ia menambahkan bahwa Kejagung akan menjalankan proses hukum secara objektif dan transparan berdasarkan bukti yang ada.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini setelah memeriksa 96 saksi dan dua saksi ahli. “Berdasarkan hasil pemeriksaan, penyidik telah memutuskan untuk menetapkan tujuh orang tersangka,” ujar Harli.
Ketujuh tersangka tersebut kini telah ditahan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Adapun tujuh tersangka yang ditahan terdiri dari:
- Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
- Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
- Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
- Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional.
- Agus Purwono – Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional.
- Gading Ramadhan Joedo – Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak dan Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara.
- Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim Nusantara.
Sementara itu, Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa perhitungan kerugian negara saat ini mencapai Rp193,7 triliun. Namun, angka ini masih bersifat sementara dan akan diperbarui setelah audit dari BPK selesai. “Nilai akhir akan diumumkan setelah audit BPK selesai,” tegas Qohar.
Kasus ini diduga melibatkan penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang, termasuk distribusi yang tidak sesuai ketentuan, manipulasi harga, serta kerja sama dengan pihak ketiga yang tidak melalui prosedur lelang yang transparan. Kejagung mencurigai bahwa praktik ini telah berlangsung secara sistematis selama lima tahun terakhir.
Erick Thohir, yang menjabat sebagai Menteri BUMN yang membawahi Pertamina, belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini. Namun, Kejagung menegaskan bahwa jika terdapat bukti yang mengarah pada keterlibatan pejabat negara, pemeriksaan akan dilakukan.
Penyidikan terus berjalan untuk melacak aliran dana dan dokumen terkait. Kejagung juga bekerja sama dengan lembaga antikorupsi internasional untuk melacak aset tersangka yang diduga disembunyikan di luar negeri. Kasus ini menjadi perhatian publik karena besarnya kerugian negara yang tercatat sebagai yang terbesar dalam sejarah penanganan kasus korupsi di Indonesia. Masyarakat menantikan langkah tegas Kejagung untuk memulihkan kerugian dan menegakkan keadilan. []
Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita