Kepsek Bejat Majene: Dari Teladan Jadi Tersangka

SULAWESI BARAT – Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh ulah seorang oknum kepala sekolah di Kabupaten Majene yang justru menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap siswinya sendiri. Sosok yang seharusnya menjadi teladan dan pelindung bagi murid, kini berubah menjadi tersangka pelecehan terhadap anak di bawah umur. Kasus ini menambah panjang daftar gelap penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan sekolah, sekaligus memperlihatkan lemahnya sistem pengawasan pendidikan di daerah.

Oknum kepala sekolah berinisial M resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh pihak kepolisian. “Iya (sudah ditetapkan tersangka),” ujar Kapolres Majene AKBP Muh Amiruddin kepada wartawan, Selasa (28/10/2025). Pernyataan itu menegaskan bahwa penegak hukum tidak menunggu lama untuk menindak kasus yang telah mengundang kemarahan publik.

Plt Kasat Reskrim Polres Majene, Ipda Paridon Badri, mengungkapkan bahwa penyidik telah mengantongi alat bukti yang cukup untuk menjerat pelaku. “Kemarin kami tahan (tersangka),” katanya, menambahkan bahwa penahanan dilakukan pada Senin (27/10) sekitar pukul 18.00 Wita. Berdasarkan hasil penyelidikan, dugaan tindakan asusila itu terjadi di ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) pada awal September 2025 tempat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi siswa, bukan lokasi terjadinya kejahatan.

Ironisnya, pihak kepolisian belum merinci secara lengkap kronologi kejadian. Namun, fakta bahwa peristiwa itu terjadi di lingkungan sekolah sudah cukup menunjukkan adanya celah besar dalam sistem perlindungan anak di satuan pendidikan. Kepala sekolah yang memiliki wewenang dan dihormati oleh guru serta siswa, justru memanfaatkan posisi dan kekuasaan untuk melakukan tindakan bejat.

Kasus ini bukan yang pertama kali terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Berulang kali publik dikejutkan oleh tindakan serupa dari mereka yang memiliki jabatan atau kuasa di sekolah. Namun sayangnya, langkah-langkah preventif dan sistem pengawasan internal masih tampak lemah. Dinas pendidikan dan lembaga terkait seolah hanya bereaksi setelah kejadian mencuat ke publik, tanpa membangun mekanisme pencegahan yang kuat.

Jika lembaga pendidikan tak lagi aman bagi anak-anak, kepada siapa mereka harus percaya? Peristiwa di Majene ini menjadi tamparan keras bagi seluruh instansi pendidikan di Indonesia untuk mengevaluasi sistem rekrutmen, pembinaan moral, dan pengawasan terhadap tenaga pendidik. Seorang kepala sekolah seharusnya menjadi pelindung nilai-nilai kemanusiaan dan etika, bukan pelaku yang menginjak harga diri muridnya sendiri.

Kini, masyarakat menanti keseriusan aparat dan pemerintah daerah dalam menindaklanjuti kasus ini. Penegakan hukum yang tegas bukan hanya demi keadilan korban, tetapi juga sebagai peringatan bagi semua pelaku potensial lain di dunia pendidikan. Perlindungan anak harus menjadi prioritas, bukan hanya slogan di atas kertas. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com