Keputusan Mendagri Soal Pulau Diprotes, Aceh Dinilai Tersakiti

SUMATERA UTARA – Polemik pemindahan empat pulau dari wilayah Provinsi Aceh ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kembali mencuat dan menjadi perhatian publik setelah peneliti media dan politik Buni Yani mengutarakan pendapatnya melalui akun Facebook miliknya pada Rabu (11/06/2025).

Dalam unggahannya, Buni Yani menyatakan bahwa masyarakat Aceh dipastikan akan menolak keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian yang menetapkan empat pulau milik Aceh ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara. Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138/2025. Adapun keempat pulau yang dimaksud yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

Menurut Buni Yani, keputusan tersebut berpotensi memicu gejolak di tengah masyarakat Aceh yang selama ini dikenal memiliki sensitivitas tinggi terhadap urusan kedaulatan wilayah dan otonomi daerah. Ia menilai kebijakan itu bisa memancing perlawanan dan penolakan dari warga setempat karena dianggap mencederai prinsip-prinsip keadilan wilayah dan hak daerah.

Dalam pernyataannya, Buni Yani menyebutkan, “Mendagri Tito Karnavian yang dikenal sebagai kaki-tangan Jokowi ditengarai sengaja membuat kegaduhan dan perlawanan rakyat Aceh untuk mengganggu pemerintahan Prabowo.”

Ia juga menyinggung dinamika politik nasional pasca-pemilihan presiden dan potensi konsolidasi kekuatan politik dari kelompok yang sebelumnya berkuasa. Buni Yani menilai situasi ini bisa menjadi ancaman bagi stabilitas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, terlebih jika tokoh-tokoh yang terafiliasi dengan pemerintahan sebelumnya masih memiliki pengaruh kuat di tingkat kementerian dan lembaga negara.

“Geng Solo tidak mungkin berdiam diri. Mereka pasti akan melawan usaha Prabowo mengusut dugaan korupsi yang tersangkut dengan kelompok mereka,” pungkasnya.

Polemik ini muncul di tengah sorotan publik terhadap persoalan lingkungan di Papua Barat, terutama terkait aktivitas tambang yang dinilai telah merusak kawasan Raja Ampat. Saling beriringannya dua isu ini turut memperkuat persepsi sebagian masyarakat mengenai lemahnya koordinasi dan kepedulian pemerintah pusat terhadap aspirasi dan hak-hak daerah.

Hingga saat ini, pihak Kementerian Dalam Negeri belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait protes atau tanggapan atas kritik yang berkembang. Sementara itu, pernyataan Buni Yani mendapat beragam reaksi dari warganet, sebagian mendukung dan sebagian lainnya menilai opini tersebut terlalu politis.

Di tengah ketegangan yang berkembang, sejumlah pengamat menyarankan agar pemerintah pusat segera membuka ruang dialog terbuka dengan Pemerintah Provinsi Aceh dan pihak-pihak terkait guna meredam potensi konflik serta menjelaskan dasar pertimbangan administratif dan hukum atas penetapan tersebut. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X