PONTIANAK – Program Makan Bergizi (MBG) yang digagas pemerintah untuk memastikan peserta didik mendapat asupan gizi layak di sekolah kini tengah menjadi sorotan masyarakat. Program yang semestinya menjadi jawaban atas persoalan gizi anak sekolah justru menimbulkan kekhawatiran setelah sejumlah siswa di Kalimantan Barat dilaporkan mengalami dugaan keracunan makanan.
Kasus tersebut terjadi di beberapa daerah, antara lain Kabupaten Ketapang, Sanggau, dan Kayong Utara. Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai sejauh mana prosedur standar dalam pelaksanaan program benar-benar diterapkan.
Sekretaris Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalimantan Barat, Suherdiyanto, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut. Menurutnya, peristiwa itu cukup ironis mengingat MBG dirancang dengan standar yang seharusnya ketat.
“Seharusnya program MBG ini berjalan sesuai dengan SOP yang baku. Apalagi di dalamnya ada keterlibatan tenaga ahli gizi dan pihak terkait lain yang kompeten. Jika sampai terjadi dugaan keracunan, ini tentu menimbulkan rasa tidak nyaman dan kekhawatiran bagi peserta didik maupun orang tua mereka,” ujar Suherdiyanto, Jumat (26/09/2025).
Ia menegaskan kembali bahwa tujuan utama program ini adalah menghadirkan makanan sehat dan bergizi bagi anak-anak sekolah. Namun, kasus yang mencuat justru berpotensi meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah tersebut.
“Program ini harus dievaluasi secara menyeluruh, terutama terkait pola penyajian makanan, kualitas bahan baku, hingga sterilisasi tempat pengolahan. Jangan sampai ada kelalaian yang berdampak pada kesehatan anak-anak kita,” tambahnya.
PGRI Kalbar menilai evaluasi tidak boleh berhenti pada internal pemerintah semata. Menurut Suherdiyanto, penting untuk melibatkan pihak eksternal yang independen agar ada kontrol lebih ketat terhadap jalannya distribusi makanan.
“Kami masih berprasangka baik, jika SOP dijalankan dengan disiplin, kasus makanan basi atau keracunan seharusnya tidak terjadi. Karena itu, kami mendorong agar ada keterbukaan dalam pengelolaan dapur. Dengan begitu, masyarakat bisa ikut memberi masukan, termasuk dalam menentukan menu makanan yang lebih relevan dengan kebutuhan anak,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa penyajian makanan bagi peserta didik bukan perkara sederhana. Standar ketat wajib dipatuhi seluruh pihak, mulai dari pengolah, penyaji, hingga petugas pengantar makanan.
“Ini bukan hanya soal teknis penyajian, tetapi menyangkut nyawa peserta didik kita. Generasi penerus bangsa tidak boleh menjadi korban dari kelalaian program yang sebenarnya baik dan mulia ini,” tegasnya.
PGRI Kalbar berharap pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh agar program MBG tidak kehilangan arah dari tujuan awalnya. Bagi organisasi guru ini, MBG merupakan langkah penting dalam mendukung tumbuh kembang anak dan mencerdaskan generasi melalui pemenuhan gizi yang layak di sekolah.
Meski demikian, Suherdiyanto juga menilai insiden ini bisa menjadi momentum untuk memperbaiki sistem secara menyeluruh. Keterbukaan, transparansi, serta partisipasi publik dalam pengawasan diyakini mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat.
“Kalau sejak awal pengawasan ketat dilakukan, tentu risiko semacam ini dapat diminimalisasi. Pemerintah harus membuka ruang bagi publik untuk ikut terlibat. Dengan begitu, bukan hanya peserta didik yang merasa aman, tetapi orang tua juga memiliki keyakinan penuh bahwa anak-anak mereka mendapat asupan bergizi tanpa ancaman kesehatan,” pungkasnya.
Dengan evaluasi yang tepat, program MBG diharapkan tidak hanya menjadi rutinitas belaka, melainkan benar-benar hadir sebagai solusi dalam membangun generasi muda yang sehat, cerdas, dan siap menghadapi masa depan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan