Kerusuhan Angola Meletus, Empat Tewas Akibat Protes Harga BBM

LUANDA – Gelombang kerusuhan melanda Angola pada Selasa (29/07/2025), menyusul protes nasional yang meletus akibat kenaikan harga bahan bakar bersubsidi. Ibu kota Luanda memasuki hari kedua dengan penjarahan massal, sementara aparat keamanan menghadapi massa yang semakin tak terkendali. Tercatat empat orang meninggal dunia dan ratusan lainnya ditahan dalam bentrokan yang meluas di sejumlah wilayah kota.

Aksi demonstrasi berawal dari mogok nasional sopir taksi yang berlangsung sejak Senin. Para sopir memprotes kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar subsidi dari 300 menjadi 400 kwanza per liter, setara dengan sekitar Rp5.300 menjadi Rp7.100. Kebijakan yang diberlakukan mulai 1 Juli ini memicu amarah masyarakat di negara yang dikenal sebagai produsen minyak terbesar kedua di benua Afrika.

Situasi di Luanda pun nyaris lumpuh. Angkutan umum tidak beroperasi dan sebagian besar toko memilih menutup usahanya, menyusul aksi kekerasan yang mengiringi demonstrasi. “Kami lelah… mereka harus mengumumkan sesuatu agar keadaan berubah… agar kami bisa hidup dalam kondisi yang lebih baik,” kata seorang demonstran kepada saluran televisi lokal TV Nzinga, dikutip AFP.

Dalam siaran yang sama, seorang perempuan melontarkan keluhannya secara emosional. “Mengapa Anda membuat kami menderita seperti ini? Bagaimana kami akan memberi makan anak-anak kami? Harga-harga harus turun!”

Suasana semakin memanas ketika suara tembakan terdengar di kawasan Cazenga. Massa dilaporkan menjarah toko-toko kebutuhan pokok, sementara video yang beredar di media sosial memperlihatkan bentrokan keras di kawasan Rocha Pinto dan jalan-jalan di daerah Prenda yang diblokade dengan tong sampah dibakar.

Pihak kepolisian mengakui adanya “insiden kekacauan terisolasi” pada Selasa pagi dan menyatakan telah mengambil tindakan. “Saat ini kami melaporkan empat korban tewas,” ujar Wakil Komisaris Polisi Mateus Rodrigues dalam konferensi pers. Ia menambahkan, sekitar 400 orang ditangkap semalam, setelah sebelumnya 100 orang ditahan pada hari pertama kerusuhan.

Rodrigues juga menyebut sebanyak 45 toko mengalami kerusakan, begitu pula 25 kendaraan pribadi dan 20 bus umum. Sejumlah fasilitas perbankan turut menjadi sasaran. “Kami terus menegaskan bahwa pasukan kami berada di jalanan, dilengkapi dengan sumber daya yang diperlukan sesuai tingkat ancaman, merespons di tempat yang telah pulih untuk menjaga ketertiban, dan melakukan intervensi di tempat yang masih bergejolak demi memulihkan ketertiban dan kedamaian publik,” tegasnya.

Kerusuhan turut meluas ke luar ibu kota. Di Huambo, sekitar 600 kilometer dari Luanda, dilaporkan terjadi aksi serupa. Warga terlihat membawa barang hasil jarahan, sementara polisi membubarkan massa dengan gas air mata dan peluru karet. Asosiasi Sopir Taksi New Alliance (ANATA), yang memprakarsai pemogokan, menyatakan tidak terlibat dalam kekerasan, namun tetap melanjutkan aksi mogok selama tiga hari. “Sudah jelas bahwa suara para sopir taksi mencerminkan jeritan rakyat Angola,” sebut ANATA.

Sebelum insiden pecah pada Senin, demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar sudah berlangsung sejak dua akhir pekan sebelumnya, dengan lebih dari 2.000 orang terlibat pada Sabtu lalu.

Kelompok hak asasi manusia dan organisasi masyarakat sipil menyampaikan keprihatinan. Human Rights Watch menuduh aparat menggunakan kekuatan berlebihan dalam membubarkan aksi damai sebelumnya. Penangkapan terhadap Osvaldo Sergio Correia Caholo, salah satu penyelenggara protes, juga dikecam oleh sejumlah organisasi sipil yang menyebutnya sebagai bentuk penindasan terhadap kebebasan berekspresi.

Kelompok sipil Uyele menyatakan bahwa gelombang protes ini mencerminkan kekecewaan publik terhadap kegagalan pemerintah dalam mengatasi pengangguran, biaya hidup yang tinggi, dan layanan publik yang menurun. “Situasi ini harus segera dipahami sebagai gejala serius: kelelahan sosial dari generasi muda yang tidak memiliki alternatif,” bunyi pernyataan mereka.

Partai MPLA yang dipimpin Presiden Joao Lourenco kini menghadapi tekanan besar di tengah krisis legitimasi. Meskipun Angola kaya sumber daya alam, sebagian besar warganya masih hidup dalam kemiskinan. Kenaikan harga bahan bakar yang dimaksudkan untuk mengurangi beban subsidi justru memperkuat ketidakpuasan sosial yang telah lama mengendap.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com