WASHINGTON DC – Ketegangan sosial di Amerika Serikat kian meningkat, terutama di Kota Los Angeles, California. Pemerintah setempat terpaksa memberlakukan jam malam menyusul kerusuhan yang pecah dalam beberapa hari terakhir. Langkah itu diambil sebagai respons atas aksi vandalisme dan penjarahan yang terjadi di pusat kota. Wali Kota Los Angeles, Karen Bass, mengatakan bahwa kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menjaga ketertiban dan mencegah situasi memburuk lebih jauh.
“Saya telah mengumumkan keadaan darurat lokal dan mengeluarkan jam malam untuk pusat kota Los Angeles untuk menghentikan vandalisme, untuk menghentikan penjarahan,” ujar Bass kepada wartawan.
Jam malam berlaku sejak Selasa pukul 20.00 waktu setempat hingga Rabu (11/6/2025) pukul 06.00 pagi. Beberapa warga mendukung kebijakan itu, meski mereka menilai penyebab kekacauan bukan berasal dari protes damai.
“Saya pikir jelas mereka melakukannya demi keselamatan,” ujar seorang warga. “Tetapi saya tidak berpikir bahwa sebagian dari masalahnya adalah protes damai. Apa pun yang terjadi di sisi lain yang memicu kekerasan.”
Gelombang unjuk rasa yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi kerusuhan sejak Jumat lalu. Aksi tersebut dipicu oleh kebijakan penggerebekan dan penangkapan imigran oleh aparat federal dari Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) yang meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Amarah massa kemudian meledak dalam bentuk pembakaran, perusakan fasilitas umum, hingga penjarahan.
Tercatat sebanyak 23 tempat usaha dijarah pada Senin malam, sementara lebih dari 500 orang telah ditangkap sepanjang rentetan kerusuhan ini berlangsung. Presiden AS Donald Trump membela pendekatan keras pemerintahannya terhadap imigrasi.
“Apa yang Anda saksikan di California adalah serangan besar-besaran terhadap perdamaian, ketertiban umum, dan kedaulatan nasional,” katanya. “Kekacauan ini tidak akan bertahan. Kami tidak akan membiarkan kota Amerika diserbu dan ditaklukkan oleh musuh asing.”
Pernyataan Trump mendapat kecaman dari Gubernur California, Gavin Newsom, yang mengkritik keras kebijakan pengiriman pasukan militer ke Los Angeles. Ia menilai tindakan itu mencerminkan gaya kepemimpinan otoriter.
“Mengirim pejuang perang terlatih ke jalan belum pernah terjadi sebelumnya dan mengancam inti demokrasi kita,” tegas Newsom. “California mungkin yang pertama, tetapi jelas tidak akan berakhir di sini.”
Sementara itu, gelombang protes turut menyebar ke kota-kota besar lain di Amerika Serikat. Ribuan orang memadati jalanan New York City pada hari yang sama, menyuarakan penolakan terhadap kebijakan imigrasi Presiden Trump. Di tengah barisan massa di Manhattan, terdengar pekikan “ICE, keluar dari New York” dan berbagai seruan solidaritas bagi para imigran.
“Saya di sini untuk membela mereka yang tidak memiliki suara untuk berada di sini saat ini, terutama untuk ibu saya,” ujar seorang perempuan peserta aksi. “Sejujurnya, negara ini tidak akan seperti ini tanpa para imigran. Jadi saya di sini untuk mereka.”
Aksi serupa juga dilaporkan terjadi di sejumlah kota lain, seperti Atlanta, Chicago, dan San Francisco, menandakan bahwa gelombang penolakan terhadap kebijakan federal itu masih jauh dari mereda. []
Redaksi11