“Keselamatan Manusia Nomor Satu!” Seruan Keras Terkait Deforestasi Kotim

KOTAWARINGIN TIMUR – Gelombang kekhawatiran publik kembali menguat setelah fenomena banjir besar dan longsor yang belakangan melanda sejumlah daerah di Kalimantan Tengah. Di tengah kondisi darurat tersebut, sorotan tajam muncul terhadap maraknya dugaan deforestasi ilegal, termasuk di kawasan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), yang baru-baru ini menjadi pusat perhatian publik.

Pengamat Kebijakan Publik dan Politik, M Gumarang, menilai pembukaan lahan baru secara ilegal menjadi ancaman nyata yang memperburuk kerentanan wilayah terhadap bencana. Ia mengingatkan bahwa aktivitas land clearing yang tidak terkendali justru mengorbankan keselamatan ribuan warga, terutama ketika cuaca ekstrem semakin sering terjadi.

“Prinsip hukum tertinggi adalah keselamatan manusia. Prinsip ini harus dijunjung tinggi oleh pemerintah sebagai pihak yang taat terhadap negara dan hukum,” ujar Gumarang, Senin (08/12/2025).

Menurutnya, pemerintah daerah tidak boleh menutup mata ketika perusahaan perkebunan kelapa sawit diduga membuka lahan baru secara ilegal. Sejak terbitnya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018, seluruh izin baru untuk perkebunan sawit berada dalam status moratorium. Karena itu, ia menilai tindakan tersebut harus diproses secara hukum.

“Jika ada perusahaan membuka lahan baru saat moratorium masih berlaku, itu berarti ilegal dan harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum,” bebernya.
“Apalagi sekarang ada Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Bagaimana mungkin masih ada pihak yang berani membuka lahan dalam situasi seperti ini?,” tegasnya.

Gumarang menjelaskan bahwa pembukaan lahan di wilayah hulu sangat berbahaya karena menghilangkan daerah resapan air, merusak ekosistem, dan memicu risiko bencana berulang. Ia mendesak pemerintah memperketat pengawasan mulai dari tingkat kabupaten hingga desa, termasuk melibatkan tokoh masyarakat.

Ia juga menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi bencana yang lebih terencana. Banjir, kata dia, bukan peristiwa mengejutkan lagi, tetapi masalah tahunan yang seharusnya sudah diantisipasi dengan serius.

“Daerah rawan banjir seharusnya mendapatkan perhatian khusus, termasuk pemberian baju pelampung secara gratis untuk warga,” katanya.

Selain itu, ia mendorong pemerintah mengalokasikan anggaran untuk membangun rumah panggung, menyediakan dapur umum multifungsi, hingga menambah perahu karet dan perlengkapan evakuasi di seluruh wilayah rawan.

“Semua perlengkapan ini harus dikelola oleh kepala desa atau lurah agar bisa dimanfaatkan dengan cepat saat darurat,” ujarnya.

Tak hanya itu, pemerintah daerah diminta menyiapkan cadangan dana yang memadai dalam APBD untuk kebutuhan tanggap darurat, sekaligus memberikan edukasi dan pelatihan penyelamatan bagi masyarakat di zona risiko tinggi.

“Pemerintah daerah harus aktif melakukan kajian lingkungan dan mencari solusi permanen. Warga tidak boleh terus-menerus hidup dalam kecemasan setiap musim hujan,” tegasnya.

Menurut Gumarang, persoalan deforestasi bukan hanya soal lingkungan, tetapi menyangkut keselamatan dan masa depan masyarakat Kotim. Karena itu, ia mendesak pemerintah bertindak cepat sebelum bencana yang lebih besar kembali terjadi.

Sebelumnya, banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di utara Kabupaten Kotawaringin Timur memicu kekhawatiran luas. Warga menilai genangan yang merendam desa selama beberapa hari bukan hanya akibat cuaca ekstrem, tetapi dipicu masifnya pembukaan lahan di kawasan hulu sungai.

Sejumlah desa di Kecamatan Antang Kalang dan Tualan Hulu bahkan terendam hingga setinggi dada orang dewasa, memutus akses utama dan membuat aktivitas warga lumpuh total. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com