TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa pasukan militer Israel akan tetap beroperasi di sebagian besar wilayah Jalur Gaza, meski ia menyatakan dukungan terhadap rencana perdamaian 20 poin yang diusulkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pernyataan itu muncul di tengah ketidakpastian mengenai respons Hamas terhadap usulan tersebut.
Dukungan terhadap usulan Trump untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza itu, seperti dilansir AFP, Selasa (30/09/2025), disampaikan Netanyahu dalam pertemuan di Gedung Putih, Washington DC, pada Senin (29/09/2025) waktu setempat. Dalam video yang dirilis melalui saluran Telegram resmi, Netanyahu menekankan prioritas Israel: membebaskan sandera dalam kondisi hidup dan sehat, sembari mempertahankan kehadiran militer di Jalur Gaza.
“Kita akan membebaskan semua sandera kita, dalam keadaan hidup dan sehat, sementara (militer Israel) akan tetap berada di sebagian besar wilayah Jalur Gaza,” ucap Netanyahu, menegaskan posisi strategis Israel di kawasan tersebut.
Rencana perdamaian Trump, yang berisi 20 poin, mencakup gencatan senjata, pembebasan sandera oleh Hamas dalam 72 jam usai gencatan senjata disepakati, pembebasan tahanan Palestina oleh Israel, perlucutan senjata Hamas, serta penarikan bertahap pasukan Israel. Beberapa poin penting lainnya mencakup pengerahan “pasukan stabilisasi internasional sementara” dan pembentukan otoritas transisi bernama “Board of Peace” yang dipimpin Trump, dengan anggota lain termasuk mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.
Selain itu, rencana tersebut mengusulkan pengeluaran Hamas dari peran-peran pemerintahan masa depan. Namun, anggota Hamas yang bersedia melucuti senjata sepenuhnya dan hidup berdampingan secara damai akan memperoleh amnesti.
Netanyahu, saat berdiri di samping Trump, menyatakan dukungannya. “Saya mendukung rencana Anda untuk mengakhiri perang di Gaza, yang mencapai tujuan-tujuan perang kami,” kata Netanyahu. Ia menambahkan bahwa rencana ini akan membawa kembali semua sandera ke Israel, membongkar kemampuan militer Hamas, mengakhiri kekuasaan politik kelompok tersebut, dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.
Trump menyampaikan apresiasi atas persetujuan Netanyahu, menyatakan bahwa kolaborasi kedua negara memungkinkan “mengakhiri kematian dan kehancuran yang telah berlangsung bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun.”
Meski dukungan Netanyahu tegas, tanggapan resmi Hamas masih belum diketahui. Penolakan berulang kali oleh Hamas untuk melucuti senjata menimbulkan keraguan mengenai keberhasilan rencana perdamaian ini. Seorang pejabat Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya akan meninjau rencana Trump “dengan itikad baik,” setelah dokumen tersebut dibagikan oleh Qatar dan Mesir.
Ketidakpastian ini menyoroti kompleksitas negosiasi dan risiko eskalasi yang terus membayangi kawasan. Keamanan sandera, peran militer Israel, dan kepatuhan Hamas menjadi faktor utama yang menentukan kelayakan implementasi rencana perdamaian.
Langkah ini sekaligus memperlihatkan peran diplomasi internasional dalam konflik yang telah berlangsung lama, serta tekanan bagi pihak-pihak terkait untuk menemukan solusi yang menghentikan kekerasan dan memulihkan stabilitas di Gaza. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan