JAKARTA– Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) semakin serius membidik industri gim sebagai salah satu motor penggerak ekonomi baru Indonesia. Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Viada Hafid menyebutkan bahwa sektor ini memiliki potensi luar biasa, tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga sebagai penopang masa depan digital Indonesia yang mandiri dan berdaya saing global. “Ini tentu kami harapkan juga dalam gerakan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional ke 8 persen,” ujar Meutya dalam keterangan tertulis, dikutip minggu (18/05/ 2025).
Meutya menjelaskan, industri gim telah tumbuh menjadi sektor yang besar dan cenderung terus meningkat. Untuk itu, pemerintah memandang penting adanya pendekatan kebijakan yang tidak semata-mata berbasis angka, namun berakar pada pemahaman mendalam terhadap kebutuhan pelaku industri di lapangan.
Pemerintah, menurut Meutya, berupaya merancang kebijakan yang tepat sasaran melalui dialog langsung dengan para pengembang. Langkah nyata dalam mendukung hal tersebut adalah peluncuran program Innovation Hub di tiga kota besar—Jakarta, Medan, dan Surabaya—yang akan menjadi pusat inkubasi studio gim dan pelatihan talenta digital.“Gim ini juga untuk pengembangan. Kami ada program kerja sama, kami menyebutnya Innovation Hub, mendorong perusahaan-perusahaan baru untuk mengembangkan perusahaan gim dan juga pengembangan talenta,” kata Dirjen Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah.
Puncak konsolidasi industri gim nasional akan digelar melalui acara Indonesia Game Developer Exchange (IGDX) pada 9–11 Oktober 2025 di Bali, yang diharapkan dapat menjadi ajang strategis untuk membangun kolaborasi antara pelaku lokal dan mitra global. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia (AGI), Shafiq Husein, memaparkan bahwa valuasi pasar gim global telah mencapai US$187 miliar—dua kali lipat dari gabungan industri film dan musik. Indonesia sendiri mencatatkan nilai pasar sekitar Rp30 triliun, tertinggi di Asia Tenggara dan berada di peringkat ke-15 dunia.
Namun ironisnya, hanya 2,5 persen dari pasar tersebut yang mampu dinikmati oleh pengembang lokal. “Saat ini, pemasukan pengembangan gim lokal hanya sebesar Rp750 miliar per tahun atau setara 2,5 persen dari pasar Indonesia sendiri. Berarti 97,5 persen memang larinya ke gim luar,” kata Shafiq. Ia menyoroti keterbatasan akses pendanaan awal sebagai salah satu hambatan terbesar yang dihadapi pengembang lokal.
Menanggapi hal tersebut, Meutya meminta jajarannya segera menyusun peta potensi kolaborasi nyata dengan para pelaku industri, sebagai langkah konkret menindaklanjuti dialog yang telah dilakukan. “Nanti dilaporkan kepada saya minggu depan untuk diputuskan mana yang bisa kita bantu. Dengan keterbatasan di sini, kami ingin sekali bisa membantu dengan ekosistem kami,” ujar Meutya.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Komdigi tidak hanya melihat industri gim sebagai pasar potensial, melainkan sebagai arena strategis untuk menyiapkan ekonomi digital nasional yang berkelanjutan dan inklusif. []
Redaksi02
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan