Komitmen Kejari Sanggau: Hukum Berat bagi Pelaku Kekerasan

SANGGAU – Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri Sanggau, Esther Melinia Sondang SH, mengungkapkan bahwa dalam dua tahun terakhir, Kejaksaan Negeri Sanggau menangani sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Pada tahun 2024, tercatat 19 kasus perlindungan anak, tiga kasus kekerasan dalam rumah tangga, tiga kasus mengenai asal-usul perkawinan, dua kasus pencabulan, dan satu kasus pemerkosaan. Sementara itu, pada tahun 2025 hingga saat ini, telah ditangani enam kasus perlindungan anak, satu kasus kekerasan dalam rumah tangga, satu kasus asal-usul perkawinan, dan satu kasus pemerkosaan.

Lebih lanjut, Esther menyoroti tren kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) mencatat sebanyak 7.503 kasus kekerasan pada 2025, dengan mayoritas korban adalah perempuan, sebanyak 6.439 orang. Angka ini lebih dari sekadar statistik, karena dibaliknya terdapat ribuan cerita penuh penderitaan, ketakutan, dan kekecewaan terhadap sistem yang seharusnya melindungi mereka.

Meski di Kabupaten Sanggau angka kekerasan menunjukkan penurunan, Esther mengingatkan bahwa banyak korban yang masih enggan berbicara. “Diam bukan berarti tidak ada kekerasan. Sering kali, di balik keheningan, terdapat trauma dan rasa takut yang mendalam,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa tugas mereka tidak hanya berhenti pada pembuktian di pengadilan, tetapi juga pada upaya memberikan perlindungan nyata bagi korban yang telah terluka.

Kejaksaan Negeri Sanggau berkomitmen untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan tegas dan konsisten, memberikan tuntutan pidana yang sesuai dengan kejahatan dan dampaknya. Beberapa kasus di Kabupaten Sanggau telah dijatuhi hukuman berat, dengan vonis rata-rata mencapai belasan tahun penjara. Dalam kasus-kasus yang lebih serius, tuntutan pidana dapat diajukan hingga batas maksimal sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Langkah-langkah ini bukan hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa negara hadir untuk melindungi, memulihkan, dan memberikan rasa aman bagi masyarakat, terutama perempuan dan anak. Keberpihakan negara terhadap korban menjadi sangat penting untuk membangun kepercayaan kembali terhadap sistem hukum.

Sebagai komitmen nyata Kejaksaan Negeri Sanggau, pada 22 April 2025, mereka mendirikan Posko Akses Keadilan untuk Perempuan, Anak, dan Penyandang Disabilitas. Posko ini bukan hanya tempat untuk menerima laporan, tetapi juga sebagai ruang bagi korban untuk didengarkan, didampingi, dan diperkuat. “Keberpihakan tidak harus selalu disuarakan keras, kadang hadir dalam ruang yang tenang namun penuh makna,” jelas Esther.

Sebagai seorang jaksa perempuan, Esther menegaskan bahwa keberanian untuk berpihak kepada korban adalah bagian dari tugasnya dalam penegakan hukum. Setiap perkara yang ditangani bukan hanya sekadar dokumen prosedural, melainkan sebuah cerminan harapan dari korban yang menyerahkan rasa aman dan keadilan mereka kepada negara.

Esther juga menambahkan bahwa perempuan tidak menuntut perlakuan istimewa, tetapi perlindungan yang adil dan setara. Yang mereka butuhkan adalah kepastian bahwa ketika rasa aman terancam, hukum akan hadir bukan hanya untuk mengadili, tetapi juga untuk menguatkan. “Tugas ini saya jalankan dengan kesadaran bahwa keadilan harus dirasakan, bukan hanya diucapkan,” ujarnya menutup.[]

Redaksi12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com