NUNUKAN – Di sebuah rumah kos sederhana di Jalan Keramat, Gang Rejeki, Nunukan, terlihat tumpukan besi bekas dan berbagai peralatan las yang berserakan. Rumah tersebut milik Eko Gunawan, seorang pengusaha lokal yang membuat kompor dari oli bekas. Saat ditemui, Eko menyambut wartawan dengan ramah, meskipun kondisi rumah dan bengkel tempat ia bekerja terlihat sedikit berantakan.
“Silakan bang, maaf tempatnya berantakan,” ujar Eko, sembari menunjukkan kompor besi berwarna loreng, oranye, dan hitam yang menjadi produk andalannya.
Kompor besi buatan Eko kini menjadi primadona di kalangan masyarakat Nunukan, terutama di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, yang kerap menghadapi kesulitan dalam memperoleh elpiji 3 kilogram (Kg). Kompor oli bekas tersebut semakin menarik perhatian, berkat warna mencolok yang menjadi strategi pemasaran Eko untuk menarik pembeli.
Menurut Eko, warna yang mencolok memang sengaja dipilihnya agar produk kompor lebih mudah menarik perhatian. “Semakin mencolok, mata orang pasti akan tergoda, dan mereka akan tertarik untuk melihat lebih dekat,” katanya.
Eko memulai usaha pembuatan kompor oli bekas pada tahun 2022, saat ia menghadapi kendala ekonomi. Dengan harga elpiji yang kerap melambung dan distribusi yang tidak stabil, terutama saat cuaca buruk atau kapal pengangkut barang dalam masa docking, masyarakat Nunukan seringkali kesulitan mendapatkan pasokan gas. “Ketika cuaca buruk, harga LPG bisa mencapai Rp 90.000 per tabung, dan masyarakat tetap membeli meskipun harga sangat tinggi,” ungkap Eko.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Eko menciptakan kompor dari oli bekas sebagai alternatif. Ia berinovasi dengan menciptakan api kompor yang lebih efisien dan tidak menghitamkan masakan, meskipun awalnya kompor oli bekas yang ia buat masih menghasilkan api berwarna merah. “Awalnya, saya ingin menghemat pengeluaran. Tapi sekarang, kompor oli bekas ini tidak lagi mengecewakan,” ujarnya.
Usaha Eko semakin berkembang, dan kompor oli bekas kini banyak dicari masyarakat perbatasan yang kesulitan mendapatkan elpiji. Eko bahkan terus mencari besi bekas untuk meningkatkan kualitas produk kompor olinya agar lebih efisien dan ramah lingkungan.
Kompor oli bekas buatan Eko bukan hanya solusi praktis, tetapi juga murah dan efisien, mengingat harga elpiji yang kerap naik dan pasokannya yang terbatas. Di tengah kelangkaan elpiji, kompor oli bekas ini menjadi alternatif yang banyak dipilih oleh warga Nunukan untuk memenuhi kebutuhan dapur mereka.
Sementara itu, Eko berharap agar usahanya ini bisa terus berkembang dan memberikan manfaat lebih banyak bagi masyarakat, khususnya di daerah yang sering terhambat pasokan elpiji. “Semoga kompor oli bekas ini bisa jadi solusi jangka panjang untuk masyarakat di sini,” tutup Eko. []
Redaksi03