Gambar ilustrasi

Konektivitas Pedalaman Berau Terhambat Status KBK

BERAU – Upaya Pemerintah Kabupaten Berau membuka keterisolasian wilayah pedalaman kembali dihadapkan pada persoalan klasik: benturan antara kebutuhan infrastruktur dan aturan tata kelola kawasan hutan. Kondisi ini terlihat nyata pada penanganan Jalan Poros Batu Rajang di Kecamatan Segah, yang hingga kini belum dapat dituntaskan secara permanen karena sebagian ruasnya masih berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK).

Padahal, jalur Batu Rajang bukan sekadar akses lokal. Jalan sepanjang 85 kilometer ini menjadi penghubung utama bagi empat kampung strategis di wilayah Segah dan Kelay, yakni Kampung Long Duhung, Long Keluh, Long Pelay, dan Long Lamcin. Bagi warga pedalaman, jalan tersebut adalah jalur ekonomi, pendidikan, hingga layanan kesehatan yang menentukan kualitas hidup sehari-hari.

Pemerintah daerah mencatat, sekitar 60 kilometer ruas jalan kini sudah dapat dilalui kendaraan. Meski belum berlapis aspal, kondisi jalan tanah kuning yang sebelumnya rusak parah telah diperkeras sehingga lebih layak dilintasi. Namun, masih tersisa sekitar 20 kilometer ruas yang tidak bisa disentuh pengaspalan karena terkendala status kawasan.

Kepala Bidang Preservasi Jalan dan Jembatan DPUPR Berau, Junaidi, menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan perbaikan sebatas kewenangan yang dimiliki. Menurutnya, langkah-langkah teknis difokuskan agar masyarakat tidak kembali terisolasi.

“Secara fungsional, jalan ini sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Kendaraan warga kini lebih mudah melintas,” kata Junaidi, Selasa (30/12/2025).

Meski demikian, ia tidak menampik bahwa persoalan administratif menjadi penghambat utama pembangunan permanen. Badan jalan memang sudah terbentuk, tetapi tanpa kejelasan status kawasan, pemerintah daerah tidak bisa melangkah lebih jauh.

“Kami tidak bisa sembarangan melakukan pengaspalan. Ada aturan yang membatasi karena status lahannya,” ujarnya.

Sebelum adanya penanganan intensif, warga kerap terisolasi akibat luapan anak sungai saat hujan deras. Bahkan genangan kecil saja sudah cukup memutus jalur antar-kampung. Kondisi tersebut mendorong DPUPR Berau memprioritaskan pembangunan jembatan dan sistem drainase sepanjang 2025.

Hingga akhir tahun ini, progres penanganan di ruas Batu Rajang diklaim telah mencapai 98 persen. Pemerintah memasang dua unit Jembatan Bailey dengan bentang masing-masing 39 meter serta tujuh titik gorong-gorong baja (Aramco) untuk menjaga aliran air agar tidak merusak badan jalan.

Menurut Junaidi, jembatan menjadi fokus utama karena dampaknya sangat krusial bagi aktivitas warga. “Kalau jembatan terputus, seluruh akses otomatis lumpuh. Itu sebabnya jembatan kami dahulukan agar mobilitas tetap berjalan,” ujarnya.

Meski konektivitas membaik, tantangan belum sepenuhnya teratasi. Jalan tanah masih sulit dilalui saat hujan, sementara jembatan darurat memiliki keterbatasan daya dukung untuk kendaraan bertonase besar.

Untuk mewujudkan konektivitas permanen yang benar-benar layak, pemerintah memperkirakan kebutuhan anggaran tambahan mencapai sekitar Rp50 miliar. Dana tersebut dibutuhkan agar pembangunan jalan dan jembatan bisa memenuhi standar teknis dan keselamatan.

“Kalau dukungan anggaran tersedia tahun depan, kami berharap pembangunan bisa dilanjutkan agar akses antar-kampung benar-benar terbuka,” tutup Junaidi. []

Admin04

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com