Konflik Lahan Banjarbaru Dibawa ke Tingkat Nasional

BANJARBARU – Persoalan sengketa lahan antara warga lokal, termasuk transmigran, dengan TNI di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, kembali dibawa ke tingkat nasional. Panitia Khusus (Pansus) I DPRD Banjarbaru melanjutkan upaya penyelesaian sengketa ini ke Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI setelah mediasi lokal tidak membuahkan hasil.

Ketua Pansus I DPRD Banjarbaru, Ririk Sumari, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memberikan solusi yang adil sekaligus kepastian hukum bagi masyarakat terdampak. “Kasus sengketa lahan antara warga Banjarbaru dan transmigran dengan TNI belum selesai meskipun sudah dilakukan mediasi di daerah, sehingga kami bawa ke DPR RI,” ujar Ririk saat dikonfirmasi di Banjarbaru, Rabu.

Konflik ini melibatkan warga di Kelurahan Cempaka dan Kelurahan Sungai Ulin, yang dipicu aktivitas land clearing oleh TNI di lahan seluas sekitar 5 x 5 kilometer pada September 2024. TNI mengklaim lahan berdasarkan peta satelit, sementara warga memiliki sertifikat dan bukti kepemilikan lainnya, sehingga menimbulkan sengketa berkepanjangan. Menurut Ririk, permasalahan ini bahkan sudah ada sejak awal abad ke-20.

Ririk memaparkan sengketa lahan terbagi menjadi dua kategori utama. Pertama, lahan transmigrasi yang ditempati warga sejak 1995 dan telah bersertifikat hak milik, namun masih terkendala proses balik nama. Kedua, lahan milik masyarakat lokal dengan status kepemilikan beragam, mulai dari sertifikat, sporadik, surat tanah, hingga kwitansi pembelian.

Pihak DPRD Banjarbaru, bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banjarbaru, BPN wilayah, dan perwakilan masyarakat, telah melakukan pengukuran lapangan. Hasilnya menunjukkan sebagian besar lahan yang diklaim TNI juga mencakup aset milik Pemerintah Kota Banjarbaru. “Hasil pengukuran menunjukkan 92 persen lahan transmigrasi masuk dalam klaim TNI. Karena itu kami membawa persoalan ini ke DPR RI agar dapat dimediasi antar kelembagaan,” terang Ririk.

Ia berharap keterlibatan Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI dapat mempercepat penyelesaian sengketa dan mengakhiri konflik panjang yang merugikan masyarakat. Langkah ini juga diharapkan menjadi model penyelesaian sengketa lahan antar lembaga yang efektif di Indonesia, khususnya untuk kasus yang melibatkan kepemilikan aset pemerintah dan warga. []

Admin04

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com