KOTABARU – Pemerintah Kabupaten Kotabaru terus berupaya menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas asap rokok. Salah satunya melalui sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 19 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang digelar di Aula Bamega, Kantor Bupati Kotabaru, Rabu (18/06/2025).
Kegiatan ini dihadiri oleh kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), instansi vertikal, serta pemangku kepentingan lintas sektor. Sosialisasi ini menjadi bagian dari tindak lanjut atas Surat Edaran Bupati tentang penetapan KTR dan pembentukan Tim Pembina serta Pengawasan KTR di lingkungan instansi pemerintah.
Penjabat Sekretaris Daerah Kotabaru, H. Eka Saprudin, menegaskan pentingnya komitmen pimpinan SKPD dalam menerapkan aturan ini, termasuk menyediakan ruang khusus merokok yang terpisah dari area kerja. “Jangan sampai sudah ada smoking area, tapi pegawai masih merokok di dalam ruangan. Ini soal komitmen pimpinan,” tegasnya.
Ia juga meminta agar tanda larangan merokok dibuat lebih mencolok agar mudah dikenali oleh seluruh pegawai dan pengunjung.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotabaru, Basuki, mengingatkan bahwa Perda KTR adalah hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif yang harus ditegakkan secara konsisten. Ia menilai, regulasi ini perlu diperjelas agar tidak menimbulkan multitafsir, terutama terkait definisi tempat umum dan area bebas rokok.
Kabid Satpol PP Kotabaru, B. Winarso, mengusulkan pendekatan edukatif dalam penegakan KTR. Ia mencontohkan penerapan budaya malu di bandara yang terbukti efektif dalam mengurangi perilaku merokok di tempat yang dilarang.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan, Khairian Anshari, menyoroti pentingnya evaluasi terhadap penataan smoking area agar penerapannya tidak bertentangan dengan semangat penerapan KTR.
Dalam pemaparan materi, Dr. Noventius L. Tobing menjelaskan bahwa merokok merupakan faktor risiko kematian tertinggi kedua di Indonesia. Berdasarkan data aplikasi Sehat Indonesiaku tahun 2024, tercatat 14,5 persen dari 63.025 warga usia 15–59 tahun di Kotabaru adalah perokok aktif. “Pengeluaran keluarga untuk rokok tiga kali lebih besar dibandingkan untuk protein seperti ikan dan sayur,” ungkap Dr. Noventius.
Ia juga memaparkan bahwa biaya pengobatan penyakit akibat rokok jauh melebihi penerimaan negara dari cukai rokok. Kerugian ekonomi akibat rokok tercatat mencapai Rp31,8 triliun, sementara penerimaan cukai hanya Rp28,4 triliun (data 2017).
Lebih lanjut, ia mengingatkan tingginya paparan iklan rokok terhadap anak-anak serta meningkatnya penggunaan rokok elektrik di kalangan remaja. “Masyarakat berhak menghirup udara bersih dan bebas dari paparan rokok. KTR bukan sekadar aturan, tetapi perlindungan hak kesehatan publik,” tegasnya.
Dinas Kesehatan Kotabaru juga menyampaikan bahwa selama Juni 2025, fokus diarahkan pada sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, pemasangan tanda-tanda KTR, pembentukan tim pengawas, serta penerapan sanksi bagi ASN yang melanggar. Selain itu, regulasi KTR akan direvisi agar selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2024.
Melalui sosialisasi ini, Pemkab Kotabaru berharap dapat memperkuat komitmen lintas sektor untuk mewujudkan ruang publik yang lebih sehat. Apalagi sebelumnya, Kotabaru telah meraih predikat Kabupaten Terbaik I dalam pelaksanaan program KTR. Dukungan penuh dari seluruh instansi serta partisipasi masyarakat menjadi kunci sukses mewujudkan lingkungan yang lebih sehat bagi generasi mendatang. []
Admin 02
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan