JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap perkembangan baru dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Tidak hanya delapan tersangka utama yang menikmati hasil korupsi, uang sebesar Rp53,7 miliar yang diperoleh dari praktik pemerasan itu ternyata turut dinikmati oleh puluhan pegawai lain di lingkungan Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA).
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyampaikan bahwa sekitar Rp8,94 miliar dari total dana korupsi tersebut dibagikan kepada kurang lebih 85 orang pegawai sebagai bentuk pembagian rutin berkala. “Praktik korupsi ini sudah sistemik. Atas perintah Tersangka SH (Suhartono) dan HY (Haryanto), uang tersebut juga diberikan kepada hampir seluruh pegawai Direktorat PPTKA sebagai uang dua mingguan,” ujar Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (17/07/2025).
KPK telah menetapkan delapan tersangka sejak (05/06/2025), dan pada hari ini empat di antaranya resmi ditahan. Mereka adalah Suhartono, yang menjabat Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker periode 2020–2023; Haryanto, yang menjabat Direktur PPTKA sekaligus Dirjen Binapenta dan PKK pada periode 2019–2025; Wisnu Pramono, Direktur PPTKA periode 2017–2019; serta Devi Anggraeni, yang sempat menjabat Koordinator Uji Kelayakan dan Direktur PPTKA sepanjang 2020–2025. Keempat tersangka ditahan selama 20 hari pertama di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih.
Sementara itu, empat tersangka lain, yakni Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad, belum ditahan hingga saat ini.
KPK mengungkap modus sistematis dalam kasus ini, di mana pemohon RPTKA dipersulit jika tidak memberikan sejumlah uang tertentu. Verifikator disebut hanya memproses permohonan dari perusahaan yang telah menyetor uang atau berkomitmen membayar. “Bagi pemohon yang tidak memberikan uang, berkasnya tidak diberitahu kekurangannya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktunya. Hal ini memaksa mereka membayar agar tidak terkena denda harian sebesar Rp1 juta per TKA selama RPTKA belum terbit,” ujar Setyo.
Berdasarkan hasil penyidikan, tersangka Haryanto diduga menjadi penerima terbesar dengan nilai mencapai sekurang-kurangnya Rp18 miliar, disusul oleh Putri Citra Wahyoe yang menerima sekitar Rp13,9 miliar. Dari total uang yang diperoleh, sebanyak Rp8,51 miliar telah dikembalikan ke negara melalui rekening penampungan KPK.
Sebagai langkah lanjutan, penyidik turut menyita aset berupa 13 kendaraan dan puluhan bidang tanah serta bangunan yang tersebar di wilayah Jabodetabek dan Jawa Tengah. Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atas perbuatan mereka.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan