BEIJING – Jumlah pasangan yang mendaftarkan pernikahan di Tiongkok sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 6,106 juta, menunjukkan penurunan tajam sebesar 20,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Data ini dipublikasikan oleh Kementerian Urusan Sipil Tiongkok melalui buletin statistik yang dirilis pada Rabu (30/07/2025).
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat pernikahan pada tahun lalu berada di angka 4,3 per 1.000 penduduk, mengalami penurunan 0,11 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan kecenderungan yang telah berlangsung lama dan kini kembali berlanjut setelah sempat mengalami kenaikan singkat pada 2023.
Pada periode yang sama, terdapat 3,513 juta kasus perceraian yang tercatat secara resmi di seluruh wilayah Tiongkok. Penurunan jumlah pendaftaran pernikahan juga masih berlanjut hingga awal 2025. Berdasarkan data terbaru yang diumumkan pada April 2025, sepanjang kuartal pertama tahun ini terdapat 1,81 juta pendaftaran, turun 8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Li Ting, seorang pakar kependudukan dari Universitas Renmin China, mengungkapkan bahwa tren menurunnya angka pernikahan tidak lepas dari berakhirnya gelombang pernikahan “kompensatori” pascapandemi serta berkurangnya jumlah penduduk usia produktif yang biasanya berada dalam rentang usia menikah.
Menurut perhitungan berdasarkan data dari Biro Statistik Nasional Tiongkok, kelompok usia 20 hingga 39 tahun, yang menjadi basis utama pasangan menikah, telah berkurang dari 435 juta orang pada 2013 menjadi sekitar 371 juta jiwa pada 2023.
Selain faktor demografis, Li Ting juga menyoroti pergeseran pola pikir generasi muda terhadap institusi pernikahan. “Meningkatnya level pendidikan dan meningkatnya penekanan pada individualisme semakin menantang pandangan tradisional tentang pernikahan,” ujarnya.
Tren menurunnya angka pernikahan dinilai turut berkontribusi terhadap merosotnya angka kelahiran secara nasional, yang kini menjadi perhatian serius berbagai kalangan. Menanggapi hal tersebut, otoritas Tiongkok mulai menggulirkan sejumlah kebijakan yang bertujuan untuk mendorong masyarakat agar kembali mempertimbangkan pernikahan.
Salah satu kebijakan itu adalah diberlakukannya peraturan pendaftaran pernikahan yang telah diperbarui sejak Mei 2025. Dalam kebijakan tersebut, pemerintah menyederhanakan syarat administrasi, termasuk menghapus kewajiban mencantumkan buku registrasi rumah tangga.
Dengan aturan baru itu, pasangan kini bisa mendaftarkan pernikahan mereka di kantor catatan sipil mana pun yang memenuhi syarat, tanpa dibatasi lokasi tempat tinggal resmi. Selain itu, di setidaknya 27 wilayah setingkat provinsi, pemerintah juga telah memperpanjang masa cuti menikah untuk mendukung kebijakan ramah keluarga.
Langkah-langkah lainnya mencakup kampanye menentang praktik mahar yang mahal dan pesta pernikahan mewah di kawasan pedesaan. Bahkan, sejak Februari 2024, Mahkamah Agung Rakyat Tiongkok memberlakukan interpretasi hukum baru yang melarang permintaan uang atau harta benda dalam bentuk apa pun dengan alasan pernikahan.
Langkah-langkah tersebut diambil untuk meringankan beban ekonomi dan sosial dalam membangun rumah tangga, di tengah tantangan struktural yang kini dihadapi masyarakat Tiongkok.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan