LONDON – Ketegangan antara aparat keamanan dan para aktivis pro-Palestina di Inggris kian memuncak setelah kepolisian melakukan penangkapan massal terhadap puluhan demonstran yang menggelar aksi solidaritas, Sabtu (12/07/2025). Tindakan ini memantik kekhawatiran dari kelompok masyarakat sipil dan pengamat hukum yang menilai pendekatan antiterorisme digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi.
Menurut laporan Reuters, sebanyak 41 orang ditangkap di London, sementara 16 orang lainnya diamankan di Manchester dalam aksi bertajuk Palestine Action. Kepolisian mengklaim penangkapan dilakukan demi menegakkan ketertiban sesuai dengan Undang-Undang Antiterorisme yang mulai diberlakukan atas kelompok tersebut sejak awal Juli.
Namun, narasi ini dipertanyakan oleh kelompok Defend Our Juries, yang menyatakan bahwa total 86 orang telah ditangkap dalam rangkaian aksi akhir pekan tersebut, termasuk di sejumlah kota di Wales dan Irlandia Utara. Aksi di ibu kota Inggris berpusat di depan patung Nelson Mandela yang terletak tak jauh dari gedung parlemen di Westminster. Para demonstran membawa spanduk bertuliskan: “Kami melawan genosida. Kami mendukung Aksi Palestina.” Seruan mereka dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap dukungan pemerintah Inggris terhadap Israel dalam konflik di Gaza.
Langkah keras pemerintah terhadap aksi solidaritas Palestina memicu pertanyaan serius soal batas antara penegakan hukum dan pengekangan hak politik warga negara. Organisasi pembela hak sipil menyatakan kekhawatiran bahwa UU Antiterorisme digunakan secara selektif untuk melemahkan gerakan sosial yang bersifat damai. “Kami tidak bisa menormalisasi penggunaan undang-undang ekstrem terhadap warga yang sekadar menyuarakan solidaritas kemanusiaan,” kata juru bicara Defend Our Juries kepada Reuters.
Penangkapan kali ini bukan yang pertama. Sepekan sebelumnya, aparat juga mengamankan 29 orang, termasuk seorang pendeta dan beberapa tenaga medis, dengan tuduhan serupa. Polisi menyatakan bahwa mulai 5 Juli 2025, mendukung kelompok Palestine Action dianggap sebagai tindak pidana.
Pemicu utama pengetatan hukum ini adalah insiden pada bulan lalu, ketika sejumlah demonstran dari kelompok Palestine Action menerobos masuk ke markas Angkatan Udara Inggris dan melakukan aksi vandalisme terhadap pesawat militer. Insiden itu menyebabkan perdebatan hangat di parlemen, yang akhirnya menyetujui pelabelan kelompok tersebut sebagai entitas terlarang berdasarkan UU Antiterorisme.
Kritik mengalir dari berbagai kalangan yang menyayangkan pendekatan represif terhadap isu kemanusiaan. Banyak pihak menilai tindakan para aktivis, meski kontroversial, seharusnya ditanggapi secara proporsional, bukan dengan kriminalisasi massal.
Aksi pro-Palestina di Inggris menjadi bagian dari gelombang solidaritas internasional yang terus tumbuh, seiring dengan meningkatnya eskalasi konflik di Gaza. Ketegangan ini diperburuk oleh kebijakan luar negeri Inggris yang dinilai terlalu condong mendukung Israel. Di tengah situasi tersebut, pemerintah Inggris berada dalam posisi sulit: menjaga stabilitas keamanan nasional, sekaligus mempertahankan reputasi sebagai negara demokrasi yang menghargai hak warga untuk bersuara. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan